Photobucket Photobucket 

javascript:void(0)
Share |
Photobucket Photobucket Photobucket
Buku Tamu
Pendekatan kecerdasan (MIA)
Rabu, 21 Oktober 2009

MULTIPLE INTELLIGENCES APPROACH

(MIA)

Teori kecerdasan ini dikembangkan pertama kali oleh Dr. Howard Gardner, seorang profesor dalam bidang pendidikan dari Universitas Harvard, tahun 1983. Dr. Gardner menawarkan delapan kcerdasan untuk mengukur potensi manusia, yaitu kecerdasan visual/spasial, kecerdasan verbal/linguistik, kecerdasan lagis/matematis, kecerdasan tubuh/kinestetik, kecerdasan musik/ritmis, kecerdasan interpersonal/social, kecerdasan intrapersonal/diri, kecerdasan naturalistik. Namun di Indonesia masih ditambah lagi denngan kecerdasan spiritual.

Kelebihan Multiple Intelligences antara lain pertama dapat mengakomodasi semua siswa yang memiliki kelebihan pada keceerdasan selain kecerdasan logis dan linguistic (dua kecerdasan ini yang umumnya ditekankan di sekolah), kedua dapat membentuk siswa menjadi sangat kuat dalam satu sisi kecerdasan, sekaligus memperkuat sisi kecerdasan yang lain, ketiga dapat memberikan cara pandang yang baru kepada orang dewasa uantuk melihat hidup mereka dan mencari potensi yang pernah terkubur di masa kecil (misalnya kesukaan akan seni atau drama).

No

Kecerdasan

Kemampuan

Ketrampilan

Minat Karir

1

Visual / spasial

Menangkap visual,

Para peserta didik cenderung berpikir dalam gambar dan perlu membuat gambar hidup mental untuk menyimpan informasi. Mereka menikmati melihat peta, grafik, gambar, video dan film.

Menyusun puzzle, membaca, menulis, pemahaman grafik, peka pada arah, melukis, membuat metafora visual dan analogi (melalui seni visual), manipulasi gambar, membangun, memasang, merancanng obyek, dan gambar visual

Navigator, pemahat patung, seniman visual, penemu, arsitek, desainer interior, mekanik, teknisi

2

Verbal / linguistik

Menggunakan kata dan bahasa.

Peserta didik memiliki ketramplan mendenngar yang tinggi dan pada umumnya merekan adalah pembicara yang baik. Mereka lebih dapat berpikir dalam kata-kata dari pada gambar

Mendengarkan, berbicara, menulis, bercerita, menjelaskan, mengajar, humor, pemahaman sintaks dan arti kata, menginget informasi, meyakinkan seseorang tentang pendapatnya, serta menganalisis penggunaan bahasa

Penyair, wartawan, penulis, guru, pengacara, politikus, penerjemah

3

Logis/Matematis

Menggunakan alasan, logika, dan angka

Para peserta didik mampu berpikir secara konseptual dalam pola logis dan numeric, serta mempu menggabungkan informasi dengan baik. Mereka selalu ingin tahu tentang dunia di sekitar mrekan, sering bertanya, dan suka melakukan percobaan

Memecahkan masalah, mengklasifikasikan dan mengkategorikan informasi, bekerja dengan konsep bstrak untuk menemukan hubungan antar hal, melogika suatu deret angka, melekukan percobaan tertentu, mencari tahu tentang kejadian alam, melekukan perhitungan matematika yang kompleks, dan bekerja dengan bentuk-bentuk geometris

Ilmuwan, insinyur, programmer computer, peneliti, akuntan, ahli matematika

4

Tubuh / kinestetik

Mengontrol gerakan tubuh dan ketrampilan menangani obyek

Peserta didik mampu mengekspresikan diri mereka melalui gerakan. Mereka memiliki keseimbangan dan koordinasi mata dan kaki yang baik (misalnya bermain bola dan balok keseimbangan). Dengan berinteraksi dengan ruang disekitar mereka, mereka akan dapat mengingat dan memproses informasi

Menari, koordinasi fisik, olah raga, keterampilan tangan dalam melakukan percobaan, menggunakan bahasa tubuh, membuat keteerampilan, berakting, menirukan gerak, menggunakan tangan untuk mencitakan atau membangun, mengekspresikan perasaan dengan gerak tubuh

tlet, guru olah raga, penari, aktor, pemadam kebakaran, seniman

5

Musik/ Titmis

Menghasilkan dan menghargai musik

Peserta didik mampu memahami suara, irama, dan pola nada. Mereka dapat segera merespon musik, baik mengapresiasi maupun mengkritik apa yang mereka dngan. Kebanyakan dari mereka sangan sensitif dengan suara alam (misalnya, suara jangkrik, bel, dan tetes air hujan)

Bernyanyi, bersiul, bermain alat musik, mengenali pola nada, menggubah musik, mengingat nada, serta memahami struktur dan irama musik

Misisi, discjockey (DJ), penyanyi, pencipta lagu

6

Interpersonal

Berhubungan dan memahami orang lain

Peserta didik mampu melihat suatu persoalan dari sudut pandang orang lain untuk memahami bagaimana mereka berpikir dan merasakan. Mereka sering kali memiliki kemampuan yang menakjubkan dalam mengetahui perasaan, tujuan, serta motivasi orang lain. Mereka adalah organisator yang baik, meskipun terkadang terpaksa melakukan manipulasi. Pada umumnya mereka berusaha untuk mempertahankan kedamaian dalam suatu kelompok dan memperkkuat kerja sama. Mereka bisa menggunakan bahasa verbal (misalnya berbicara) mapu bahasa nonverbal (misalnya kontak mata dan bahasa tubuh) untuk membuka komunikasi dengan orang lain

Melihat sesuatu dari perspektif lain (dual perspective), mendengarkan, berempati, memahami suasana hati dan perasaan orang lain, konselling, bekerjasama dalam kelompok, memahami suasana hati, motivasi, dan tujua orang lain, berkomunikasi secara verba maupun nonverbal, membangun kepercayaan orang lain, mendamaikan suatu persoalan, dan membangun hubungan positif dengan orang lain

Konselor, sales, politikus, pengusaha

7

Intrapersonal

Memahami diri sendiri dan perasaan orang lain

Peserta didik berusaha memahami perasaannya, mimpi-mimpinya, hubungan dengan orang lain, dan kekuatan maupun kelebihan

Mengenali kelebihan dan kekurangan diri, berpikir dan menganalisis diri, sadar akan kondisi kejiwaan, keinginan, dan mimpi mereka, mengevaluasi pola pikir, menyimpulkan, dan memahami peran mereka dalam hubunngan dengan orang lain

Peneliti, politikus, filsuf

8

Spiritual

Menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam semesta

Dalam pembentukan karakter anak didik, kecerdasan spiritual memegang peranan yang sangat penting. Apapun paling kuat kecerdasan yang dimillikianak didik, kecerdasan spiritual mestinya terus berkembang seiring. Dengan demikian, anak didik akan tumbuh menjadi insan yang utuh dan bahagia


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 11.31   0 comments
Permendiknas No 39 Tahun 2009
Selasa, 20 Oktober 2009

>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 22.15   0 comments
Kiat menjadi kreatif
Minggu, 18 Oktober 2009

Kiat menjadi manusia yang lebih kreatif

Pernah nonton film Mission Impossible? Film layar lebar yang dibintang oleh Tom Cruise itu sebenarnya sudah menjadi film seri yang diputar setiap minggu di sebuah TV swasta di tahun 1990-an. Satu hal yang menarik dari film tersebut, seimpossible apapun misi yang diemban oleh Ethan Hawk endingnya selalu saja mengisahkan keberhasilan.

Satu hal yang tak tergambarkan dengan jelas dalam film tersebut adalah kebiasaan para tokoh yang tergabung dalam film tersebut senantiasa memiliki plan A, plan B dan bahkan plan C sehingga misinya selalu berhasil.

Norman Vincent Pael, dalam bukunya menulis “You can if you think you can” (anda bisa jika anda berpikir anda bisa), sebuah kalimat yang memberikan motivasi besar kepada pembaca untuk optimis meraih hal-hal yang sesungguhnya bisa diraih.

Von Oech mengetengahkan sepuluh kebiasaan manusia kreatif, dimana tertulis “suka mencari jawaban kedua” sebagai kebiasaan pertama seorang yang kreatif. Menurut Oech, anda jangan hanya punya satu solusi yang berarti hanya punya satu pilihan. Kreatifitas meminta anda menemukan jawaban kedua yang mungkin lebih tepat. Kesuksesan Ethan Hawk dalam mengemban misi yang dianggap tidak mungkin dicapai itu adalah karena kebiasaan timnya untuk menyiapkan lebih dari satu solusi. Dan Norman (sahabat Ethan Hawk) menguatkanya dengan satu motivasi bahwa tidak satupun yang ad dihadapan manusia tidak bisa diraih.

Dan sudah dikodratkan bahwa manusia diberi beban oleh Tuhan tidak melebihi batas kesanggupannya, hanya masalahnya manusia seringkali memperturutkan hawa nafsunya, yang dalam hal ini adalah sifat malas, dan enggan berusaha keras, sehingga tampak didepannya seperti tembok raksasa yang mustahil ditembus.

Untuk menjadi manusia yang kreatif, Oech menambahkan, tidak cukup dengan memiliki satu kebiasaan diatas yakni suka berpikir lunak, dan kreatifitas adalah pengembangan hasil otak kiri yang bersikap keras terhadap ide oleh otak kanan yang lunak yang mengabaikan batasan dan lunak terhadap berbagai ide.

Kebiasaan ketiga adalah suka menggugat aturan, Jika aturan telah membatasi pilihan maka anda harus mencari tahu mengapa suatu aturan dibuat, mungkin alasan itu tidak relevan lagi. Mungkin sekarang ada pemecahan yang yang lebih efektif yaitu suka mencoba kemustahilan. Oleh karena itu jangan sekalipun pernah membuang ide sepintas yang kelihatan mustahil, hal ini perlu refleksi.

Toleran terhadap yang dilematis, adalah kebiasaan yang kelima. Dalam ide kreatif lahir dari suatu yang dilematis atau kepepet. Jarang muncul inovasi dari pola berpikir tunggal, linier dan pasti.

Dan yang keenam melihat kesalahan sebagai peluang, ada orang suka mencari aman dan menghindari dari kemungkinan salah atau gagal. Sesungguhnya kesalahan justru menempatkan kita memperoleh hal yang tak didapat bila melakukan dengan benar.

Orang yang sibuk melihat dunia dalamnya sendiri akan kehilangan banyak ide. Meninjau dunia luar adalah wahana meraih ide baru untuk dunia dalam kita. Maka dari itu, suka meninjau dunnnia luar sebaiknya menjadi kebiasaan tersendiri bagi orang kreatif. Selain itu, berani berpikir beda seolah menjadi ciri yang paling khas orang kreatif. Jadi beranilah pro terhadap hal yang tidak disetujui mayoritas walau tidak harus terlalu terbuka. Dalam hal ini, bukan berarti mengesampingkan kebenaran.

Dan terakhir disebutkan ole Oech, adalah senantiasa terbuka terhadap gagasan baru. Orang yang mengaku bukan orang yang kreatif berarti telah memasung diri sendiri. Ingatlah bahwa ide akan berkembang bila kita memberinya ruang.

Diadaptasi dari Buletin Al I’tibar, edisi 11/XII


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 12.23   0 comments
Facebook dan BK
Sabtu, 17 Oktober 2009

A.Mengapa Konseling FaceBook?

Salah satu yang menjadi landasan dalam penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer, interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”.

Untuk kegiatan cyber counseling, idealnya sekolah atau konselor yang bersangkutan dapat menyediakan website tersendiri yang dipergunakan khusus untuk kepentingan Bimbingan dan Konseling bagi para siswanya. Namun untuk saat ini upaya menyediakan website khusus untuk kepentingan Bimbingan dan Konseling ini tampaknya di Indonesia masih menjadi kendala, baik karena faktor biaya maupun kesiapan sumber daya. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara yang lebih praktis untuk menyediakan layanan cyber counseling ini. Salah satu alternatif yang mungkin dapat ditempuh yakni melalui pemanfaatan FaceBook sebagai salah satu media konseling.

Untuk memahami apa itu FaceBook, berikut ini sekilas informasi tentang Facebook yang penulis ambil dari berbagai sumber. Wikipedia menginformasikan bahwa Facebook adalah situs web jejaring sosial yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 dan didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang lulusan Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaannya pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Dalam dua bulan selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston College, Boston University, MIT, Tufts), Rochester, Stanford, NYU, Northwestern, dan semua sekolah yang termasuk dalam Ivy League. Banyak perguruan tinggi lain yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat e-mail suatu universitas (seperti: .edu, .ac, .uk, dll) dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs jejaring sosial ini.

Selanjutnya dikembangkan pula jaringan untuk sekolah-sekolah tingkat atas dan beberapa perusahaan besar. Sejak 11 September 2006, orang dengan alamat e-mail apa pun dapat mendaftar di Facebook. Pengguna dapat memilih untuk bergabung dengan satu atau lebih jaringan yang tersedia, seperti berdasarkan sekolah, tempat kerja, atau wilayah geografis.

Hingga Juli 2007, situs ini memiliki jumlah pengguna terdaftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi, dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serikat, mengungguli situs publik lain seperti Flickr, dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya.

Tak terkecuali di Indonesia, saat ini FaceBook telah menjadi trend yang banyak diminati oleh semua kalangan sebagai media pertemanan secara online. Meski belakangan kehadirannya sempat mengundang kontroversi dan nyaris diharamkan oleh sebagian para ulama karena mungkin dianggap sudah terjadi distorsi dari tujuan awal kehadiran FaceBook sebagai media pertemanan.

Trend penggunaan FaceBook di Indonesia memang sangat beragam, mulai dari sekedar ngobrol ngalor-ngidul tak menentu hingga penyampaian informasi yang serba serius. Dari hasil penelusuran dalam FaceBook yang pernah penulis lakukan ternyata sudah ada beberapa teman konselor yang menjadi FaceBooker, namun tampaknya belum sepenuhnya keanggotaan dalam FaceBook-nya dijadikan sebagai media yang dapat menunjang tugas dan pekerjaannya sebagai konselor di sekolah.

Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis berusaha menawarkan gagasan bagaimana memanfaatkan kehadiran FaceBook sebagai salah satu media yang dapat mengoptimalkan peran konselor di sekolah dalam rangka pemberian layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

B. Apa Konseling FaceBook itu?

Yang dimaksud dengan Konseling FaceBook di sini penulis artikan sebagai bantuan psikologis kepada siswa (konseli) secara online melalui FaceBook agar siswa dapat memahami, menerima, mengarahkan, mengaktualisasikan dan mengembangkan dirinya secara optimal.

Layanan yang diberikan melalui Konseling FaceBook ini bisa mencakup semua fungsi-fungsi layanan bimbingan dan konseling, baik pencegahan, pemahaman, pengembangan, penempatan atau bahkan pengentasan.

Fungsi pencegahan dan pemahaman dapat dilakukan melalui penyajian berbagai informasi yang sekiranya dibutuhkan siswa. Dalam FaceBook disediakan fasilitas untuk menyajikan informasi yang dapat diakses oleh seluruh komunitas.

Sumber informasi tidak hanya berasal dari konselor semata tetapi juga dimungkinkan bersumber dari siswa untuk dibagikan kepada anggota komunitasnya. Informasi yang disajikan dapat juga dilakukan dengan mengambil tautan (link) yang tersedia di internet, yang mungkin jauh lebih kaya dibandingkan offline, baik untuk bidang pribadi, sosial, akademik maupun karier.

Fungsi pengembangan juga dapat dilakukan dalam FaceBook ini, misalnya membangun kebiasaan interaksi sosial secara positif dengan komunitas FaceBook-nya, atau menyalurkan berbagai pemikiran yang ada dalam diri setiap siswa dengan cara menuliskannya dalam FaceBook yang dikelolanya.

Sementara fungsi pengentasan dapat dilakukan melalui chatting secara online yang telah disediakan dalam FaceBook, dimana konselor dan konseli dapat berinteraksi langsung. Salah satu keunggulan dari FaceBook yaitu adanya jaminan privacy, yang memungkinkan untuk dilaksanakannya konseling perorangan, dengan terjaga kerahasiaannya. Fungsi pengentasan tidak hanya melalui interaksi konselor-konseli (siswa), tetapi juga dilakukan antar konseli (siswa), dimana siswa dapat saling berbagi dengan teman-teman yang dipercayainya.

Kendati demikian, kehadiran Program Konseling FaceBook di sekolah bukan dimaksudkan menggeser konseling konvensional, tetapi lebih dimaksudkan untuk melengkapi dan menunjang tugas-tugas pelayanan konseling konvensional agar pelayanan bimbingan dan konseling dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

C. Bagaimana Penyelenggaraan Konseling FaceBook itu?

Program Konseling FaceBook berbeda dengan keanggotaan dalam FaceBook pada umumnya, didalamnya membutuhkan kegiatan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang terorganisir, serta evaluasi yang jelas.

Dalam perencanaan, perlu dilakukan sosialisasi kepada berbagai pihak terkait, terutama kepada siswa dan juga pihak manajemen sekolah, sehingga program Konseling FaceBook mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Dalam pelaksanaan, konselor bertindak sebagai Admin dari Program Konseling FaceBook di sekolah, yang akan mengelola jalannya Program Konseling FaceBook. Selain itu, konselor juga terutama bertindak sebagai tenaga ahli yang selalu siap memberikan bantuan psikologis kepada anggota komunitas yang tergabung dalam Program Konseling FaceBook.

Program Konseling FaceBook juga perlu dilakukan evaluasi baik evaluasi program, proses maupun produk. Data dari hasil evaluasi dapat digunakan untuk kepentingan perbaikan dan pengembangan Program Konseling FaceBook berikutnya.

Secara teknis, berikut ini beberapa pemikiran penulis tentang bagaimana menyelenggarakan Konseling FaceBook:

1. Pemahaman dan Penguasaan Konselor tentang FaceBook

Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, untuk dapat menyelenggarakan Konseling FaceBook ini, terlebih dahulu konselor perlu memahami seluk beluk dalam mengoperasikan FaceBook, yang dapat dilakukan melalui belajar secara online melalui berbagai situs yang ada atau belajar kepada pihak lain yang sudah terbiasa menggunakan FaceBook. Dalam Konseling FaceBook, konselor bertindak sebagai Admin dari komunitas Bimbingan dan Konseling yang dikelolanya, yang bertugas men-setting FaceBook yang dikelolanya dan bertanggung jawab penuh terhadap kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan Konseling FaceBook

2. Keanggotaan

Idealnya keanggotaan Konseling FaceBook dapat diikuti oleh seluruh siswa (konseli) yang menjadi tanggung jawab konselor yang bersangkutan, kendati demikian sebaiknya untuk keanggotaan ini tidak perlu dipaksakan tetapi harus berdasarkan asas sukarela. Dalam hal ini konselor berkewajiban mensosialisasikan program Konseling FaceBook kepada para siswanya sehingga siswa terpahamkan dan dapat secara sukarela tertarik untuk bergabung dalam Program Konseling FaceBook.

Hal lain yang harus diperhatikan dalam keanggotaan Konseling FaceBook bahwa keanggotaan dalam Konseling FaceBook seyogyanya bersifat eksklusif, artinya terbatas hanya bisa diikuti oleh para siswa yang menjadi tanggung konselor yang bersangkutan. Oleh karena itu kepada siswa, yang sudah bergabung dalam komunitas Konseling FaceBook sebaiknya tidak diijinkan untuk meng-add (menambah) anggota secara sembarangan, karena menambahkan anggota secara sembarangan dapat merusak kohesivitas kelompok yang sudah terbentuk.

3. Waktu PelayananKonseling

Salah satu kendala pelayanan konseling di sekolah saat ini adalah waktu pelayanan (khususnya untuk kepentingan konseling perorangan) yang kerapkali berbenturan dengan kegiatan belajar-mengajar siswa di kelas. Sementara jika pelayanan konseling dilakukan di luar jam efektif pun, para konselor seringkali merasa berkeberatan, karena berbagai alasan tertentu. Oleh karena itu, Konseling FaceBook tampaknya bisa dijadikan sebagai alternatif mengatasi benturan waktu ini. Waktu pelayanan konseling melalui Konseling FaceBook bisa jauh lebih fleksibel. Untuk kepentingan pelayanan kepada siswa (konseli) diharapkan konselor bisa menyediakan waktu khusus online yang terjadwal, untuk memberikan kesempatan kepada siswa berinteraksi langsung dengan konselor.

4. Menentukan Aturan Main (Rule of The Game)

Untuk menyelenggarakan Konseling FaceBook terlebih dahulu perlu dirumuskan aturan main yang harus ditaati oleh konselor sebagai admin maupun siswa sebagai anggota. Selain aturan main yang ditentukan oleh FaceBook (term of services) itu sendiri, juga perlu dibuat aturan khusus terkait dengan penyelenggaraan Konseling FaceBook, yang didalamnya dapat terpenuhi asas-asas konseling, misalnya: pemenuhan asas kerahasiaan dimana setiap siswa yang sudah bergabung dalam komunitas Konseling FaceBook dapat berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan atas setiap informasi yang berkembang dalam Konseling FaceBook. Demikian pula dengan pemenuhan asas-asas bimbingan dan konseling lainnya.


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 10.38   0 comments
Penelitian tindakan kelas
Jumat, 16 Oktober 2009
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN KIMIA MELALUI PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X-4
SMA Negeri 1 Banjar Tahun Pelajaran 2007/2008)

Oleh
Purwanto, S.Pd. dan I Gusti Made Oka, S.Pd.
( Guru SMA Negeri 1 Banjar di Banyuatis, Buleleng, Bali )

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk 1) meningkatkan aktivitas belajar siswa, 2) meningkatkan hasil belajar siswa, dan 3) mengetahui pendapat siswa terhadap penerapan model siklus belajar pada pembelajaran kimia. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Banjar kelas X-4 yang berjumlah 38 orang pada semester ke-1 tahun pelajaran 2007/2008. Dan objek penelitiannya adalah 1) aktivitas belajar, 2) hasil belajar siswa, dan 3) pendapat siswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model siklus belajar yang diterapkan dalam pembelajaran Kimia, dapat meningkatkan: 1) aktivitas belajar siswa dan 2) hasil belajar siswa, serta 3) siswa memberikan respon positif terhadap model pembelajaran yang diterapkan. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari peningkatan rerata nilai, dimana pada siklus 59,75 menjadi 64,22 pada siklus II. Keberhasilan penerapan model pembelajaran juga dapat dilihat dari peningkatan ketuntasan belajar siswa, dari 41,67 % pada siklus I menjadi 68,42 % pada siklus II. Siswa memberikan respon positif terhadap penerapan model pembelajaran, dimana terdapat 77,73 % siswa yang menyatakan setuju, 18,02 % ragu-ragu, dan hanya 4,25 % tidak setuju dengan penerapan model siklus belajar.


Kata Kunci: Model Siklus Belajar, Aktivitas Belajar, Hasil Belajar

>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 15.28   2 comments
Metode Group Investigation

PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION
Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Dalam metode Group Investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group, (Udin S. Winaputra, 2001:75). Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.
Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005:28), mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Group Investigation adalah:
1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok.
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2. Rencana Kooperatif.
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3. Peran Guru.
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen, (Trianto, 2007:59). Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan mempresentasikan laporannya di depan kelas.
Langkah-langkah penerapan metode Group Investigation, (Kiranawati (2007), dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
2. Merencanakan kerjasama
Para siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) diatas.
3. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
5. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
6. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
Tahapan-tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran yang menggunakan metode Group Investigation untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut, (Slavin, 1995) dalam Siti Maesaroh (2005:29-30):
Enam Tahapan Kemajuan Siswa di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group Investigation
Tahap I
Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok.
Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas
Tahap II
Merencanakan tugas.
Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.
Tahap III
Membuat penyelidikan.
Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok.
Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir.
Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Tahap V
Mempresentasikan tugas akhir.
Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti.
Tahap VI
Evaluasi.
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan
Terkait dengan efektivitas penggunaan metode Metode Group Investigation ini, dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa kelas X SMA Kosgoro Kabupaten Kuningan Tahun 2009 menunjukkan bahwa:
Pertama, dalam pembelajaran kooperatif dengan metode GroupInvestigation berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran.
Kedua, pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.
Ketiga, pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
Keempat, adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Melalui pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran.
Dari hasil penelitian ini pula dapat disimpulkan bahwa keberhasilan dari penerapan pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks, diantaranya: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, (2) pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, (3) siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, (4) adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 09.37   0 comments
Umpan Balik Pada PBM

Pentingnya Umpan Balik bagi Siswa

Umpan balik merupakan sebuah proses di kelas yang telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para peneliti praktik pembelajaran sejak tahun 1970-an hingga sekarang ini. Secara konsisten, para peneliti telah menemukan bukti-bukti bahwa ketika guru mampu menggunakan prosedur umpan balik yang efektif ternyata dapat meningkatkan prestasi belajar siswanya. Bahkan, hasil studi yang dilakukan Bellon, Bellon, dan Blank menunjukkan bahwa dibandingkan dengan berbagai perilaku mengajar lainnya, pemberian umpan balik akademik ternyata lebih berkorelasi dengan prestasi belajar siswa. Dengan tanpa memandang kelas, status sosial ekonomi, ras, atau keadaan sekolah korelasi ini cenderung konsisten. Ketika umpan balik dan prosedur korektif digunakan secara tepat ternyata sebagian besar siswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya hingga di atas 20% .

Umpan balik yang efektif merupakan bagian integral dari sebuah dialog instruksional antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, maupun siswa dengan dirinya sendiri, dan bukanlah sebuah praktik yang terpisahkan.

Terkait dengan umpan balik yang efektif ini, Black dan Wiliam mencatat tiga komponen penting yaitu:

(1) Recognition of the desired goal.

Umpan balik diberikan sebagai respons atas kinerja siswa. Kinerja siswa adalah kesanggupan siswa untuk dapat menunjukkan penguasaannya atas berbagai tujuan pembelajarannya. Guru harus dapat merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai secara jelas dan dapat mengkomunikasikannya pada awal pembelajaran, baik tentang wilayah materi, indikator kurikuler maupun penguasaan tujuan.

Salah satu metode yang cukup efektif untuk memastikan bahwa siswa memahami tujuan pembelajarannya yaitu dengan cara melibatkan mereka dalam menetapkan “kriteria keberhasilan” yang bisa dilihat atau didengar. Misalnya, guru dapat memperlihatkan beberapa contoh produk sebagai tujuan pembelajaran yang patut ditiru oleh para siswa, menunjukkan kalimat-kalimat yang benar dengan ditulis menggunakan huruf kapital, kesimpulan yang diambil dari data, penyajian tabel atau grafik dan sejenisnya.

Apabila para siswa telah dapat memahami tentang kriteria keberhasilan pembelajarannya, mereka akan terbantu untuk mengarahkan belajarnya dan mereka akan lebih mampu untuk melaksanakan proses pembelajarannnya

Selain memberikan pemahaman yang jelas tentang tujuan pembelajaran, guru juga perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami indikator dari tingkat penguasaan tujuan pembelajarannya, baik secara lisan, tertulis maupun dalam bentuk lainnya.

(2) Evidence about present position

Istilah ”bukti” di sini menunjuk kepada informasi atau fakta tentang kinerja yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran, khusunya tentang sejauhmana tujuan pembelajaran telah tercapai dan sejauhmana tujuan pembelajaran itu belum tercapai.

Grant Wiggin mengemukakan bahwa umpan balik bukanlah tentang pemberian pujian atau celaan, persetujuan atau ketidaksetujuan, tetapi sebagai usaha untuk memberikan nilai atau makna. Umpan balik pada dasarnya bersifat netral yang menggambarkan apa yang telah dilakukan dan tidak dilakukan siswa. Selain itu, bahwa umpan balik juga harus bersifat obyektif, deskriptif dan disampaikan pada waktu yang tepat yakni pada saat tujuan pembelajaran masih segar dalam benak siswa.

Salah satu cara pemberian umpan balik yang cukup bermakna yaitu dengan membandingkan produk siswa dengan kriteria keberhasilan telah telah dikomunikasikan sebelumnya. Contoh sederhana pemberian umpan balik yaitu dengan membuat sebuah format tentang “Daftar Kriteria Keberhasilan”. Dalam daftar tersebut, guru dapat memberikan tanda + (plus) untuk menunjukkan tentang kriteria yang telah berhasil dipenuhi siswa dan memberikan catatan tertentu untuk yang belum dipenuhinya.

(3) Some understanding of a way to close the gap between the two.

Umpan balik yang efektif yaitu harus dapat memberikan bimbingan kepada setiap siswa tentang bagaimana melakukan perbaikan. Black dan Wiliam menegaskan bahwa setiap siswa harus diberi bantuan dan kesempatan untuk melakukan perbaikan. Guru tidak hanya memberikan umpan balik yang mencerminkan tentang kinerja yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran siswanya, tetapi juga harus dapat memberikan strategi dan tips tentang cara yang lebih efektif untuk mencapai tujuan, serta kesempatan untuk menerapkan umpan balik yang diterimanya.

Wiggins meyakini bahwa melalui siklus umpan balik ini dapat menghasilkan keunggulan kinerja siswa. Oleh karena itu, siswa harus senantiasa memiliki akses rutin terhadap kriteria dan standar-standar tugas yang harus dituntaskannya; mereka juga harus memperoleh umpan balik dalam upaya menyelesaikan tugas-tugasnya, mereka harus memiliki kesempatan untuk memanfaatkan umpan balik untuk memperbaiki kerjanya serta mengevaluasi kembali terhadap standar


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 08.49   0 comments
www.voa-islam.com
Previous Post
Archives
Links

© education Blogger Templates modified by blogger