Photobucket Photobucket 

javascript:void(0)
Share |
Photobucket Photobucket Photobucket
Buku Tamu
Teori Konstruktivisme Dalam Pembelajaran
Minggu, 24 Oktober 2010
Tekanan utama teori konstruktivisme adalah lebih memberikan tempat kepada siswa/subjek didik dalam proses pembelajaran dari kepada guru atau instruktur. Teori ini berpandangan bahwa siswa yang berinteraksi dengan berbagai obyek dan peristiwa sehingga mereka memperoleh dan memahami pola-pola penanganan terhadap objek dan peristiwa tersebut. Dengan demikian siswa sesungguhnya mampu membangun konseptualisasi dan pemecahan masalah mereka sendiri. Oleh karena itu kemandirian dan kemampuan berinisiatif dalam proses pembelajaran sangat didorong untuk dikembangkan.
Para ahli konstruktivisme memandang bahwa belajar sebagai hasil dari konstruksi mental. Para siswa belajar dengan mencocokkan informasi baru yang mereka peroleh bersama-sama dengan apa yang telah mereka ketahui. Siswa akan dapat belajar dengan baik jika mereka mampu mengaktifkan konstruk pemahaman mereka sendiri.
Menurut para ahli konstruktivisme, belajara juga dipengaruhi oleh konteks, keyakinan , dan sikap siswa. Dalam proses pembelajaran para siswa didorong untuk menggali dan menemukan pemecahan masalah mereka sendiri serta mencoba untuk merumuskan gagasan-gagasan dan hipotesis. Mereka diberikan peluang dan kesempatan yang luas untuk membangun pengetahauan awal mereka.
Dalam perkembangannya terdapat pemikiran dalam teori konstruktivisme ini, namun semua berdasarkan pada asumsi dasar yang sama tentang belajar. Dan teori konstruktivisme yang utama dikenal dengan istilah konstruktivisme sosial (Social Constructivism) dan konstruktivisme kognitif (Cognitive Constructivism).
Akhir-ahkhir ini proses pembelajaran konstruktivisme didasarkan pada temuan-temuan penelitian mutahir tentang otak/pikiran manusia dan apa yang dikenal dengan bagaimana proses belajar terjadi.

Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
  1. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
  2. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
  3. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
  4. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
  5. Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
  6. Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
  7. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
  8. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
  9. Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
  10. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
  11. Menekankan bagaimana siswa belajar
  12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
  13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
  14. Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
  15. Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
  16. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
  17. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata
Peranan Teori Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparka tentang penerapan di kelas.
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver)
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 08.57   4 comments
Teori Problem Solving
Setiap hari kita dihadapkan pada pelbagai situasi yang harus kita selesaikan dengan baik. Masalah merupakan suatu keadaan yang perlu diselesaikan dan menjadi tanggung jawab setiap individu. Penyelesaian suatu masalah melibatkan pelbagai jenis pemikiran atau kognisi seperti mengidentifikasi, mengkatagori, menyusun, membuat inferensi, merumuskan analogi, dan mengingat kembali.
Semua masalah mempunyai tujuan, tetapi berbeda antara satu sama lain. Perbedaan itu antara lain: (1) mungkin terdapat satu tujuan tetapi pada saat permulaan ada dua cara penyelesaian yang sama berkesan; (2) mungkin terdapat satu tujuan dan pada saat permulaan ada dua cara penyelesaian, tetapi satu cara lebih berkesan; (3) mungkin terdapat satu tujuan dan ada beberapa cara penyelesaian, tetapi tidak ada satu pun cara penyelesaian yang meyakinkan, dan (4) mungkin terdapat beberapa tujuan yang semuanya tidak jelas dan ini menyebabkan kesulitan bagi seseorang untuk memulai penyelesaiannya.
1. Penyelesaian Masalah
Masalah merupakan suatu keadaan yang harus diselesaikan. Antara masalah atau tujuan dengan penyelesaiannya adalah suatu “ruang kosong” (problem space). Ruang kosong ini mungkin merupakan kekurangan pengetahuan pada kita (lack of knowledge) atau adanya informasi yang tidak berstruktur ataupun kurangnya kemampuan yangdisebabkan oleh keterbatasan pribadi atau hambatan lingkungan.
Apapun jenis masalahnya, setiap masalah mempunyai ciri-ciri berikut:

  1. semua masalah mempunyai tujuan;
  2. semua masalah perlu disediakan sumber-sumber yang relevanuntuk mencapai penyelesaiannya. Contohnya: sumber yang paling penting adalah individu itu sendiri, objek, atau benda yang relevan; 
  3. semua masalah melibatkan operasi atau tindakan yang diambil untuk mencapai penyelesaian. Contohnya; seorang siswa mendapatkan buku dari temannya karena untuk membelinya ia tidak punya biaya; 
  4. semua masalah mempunyai kendalan (constraints). Namun demikian seseorang dalam menyelesaikan masalah tidak perlu sampai melakukan sesuatu yang melanggar peraturan.

2. Strategi Penyelesaian Masalah
Setidaknya ada tiga jenis strategi penyelesaian masalah yang biasa digunakan:

  1. Algoritma: adalah prosedur langkah demi langkah yang bersifat sistematik dan konsisten serta menghasilkan penyelesaian yang sama setiap kali digunakan
  2. Heuristik: jalan pintas yang memiliki kemungkinan tinggi untuk membawa kepada penyelesaian yang tepat (rules of thumb). Ini merupakan butir-butir informasi lama yang pernah digunakan dalam membantu penyelesaian masalah pada masa lalu
  3. Merumuskan sub-tujuan: adalah strategi memperincikan suatu masalah yang kompleks ke dalam beberapa sub-tujuan atau sub-masalah sehingga memudahkan dalam penyelesaiannya.

3. Kendala Penyelesaian Masalah
Ada beberapa hal yang biasanya menjadi kendala dalam penyelesaian masalah, yaitu:

  1. Pola Pikir (mind set): adalah pola pikir seseorang yang melihat atau menyelesaikan suatu masalah hanya dengan cara tertentu saja sehingga sering kali menjadi penghalang atau mengalami kesulitan ketika harus menyelesaiakan masalah baru yang berbeda
  2. Ketetapan Fungsional (Functional Fixedness): adalah seserang yang berpandangan bahwa sesuatu obyek hanya dapat digunakan berdasarkan pengalaman lampau saja sehingga seringkali menyulitkan individu yang bersangkutan dalam menyelesaikan masalah yang baru.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 08.48   0 comments
Motivasi Dalam Proses Pembelajaran
Kamis, 21 Oktober 2010
Sudah banyak para ahli psokologi pendidikan dan psokologi pembelajaran yang membahas tentang motivasi dalam pembelajaran. Sedemikian banyaknya pembahasan tentang motivasi dalam pembelajaran itu telah menghasilkan definisi motivasi. Namun demikian pada intinya motivasi dapat diartikan sebagai: (1) dorongan yang timbul dari diri seseorang, secara disadari atau tidak disadari, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu; (2) usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang diharapkan.
Dari dua definisi motivasi di atas menjadi jelas bahwa motivasi dapat dibagi menjdai dua jenis, yaitu: (1) Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Motivasi jenis ini sering disebut dengan motivasi intrinsik. Misanya seorang siswa tanpa disuruh oleh siapapun setiap malam membaca buku pelajaranyang esok harinya akan dijelaskan oleh gurunya. (2) motivasi dari luar yang berupa usaha pembentukan dari orang lain. Motivasi jenis ini disebut dengan motivasi ekstrinsik. Misalnya seorang siswa yang biasanya kurang rajin belajar kemudian menjadi rajin belajar karena gurunya menjajikan kepada siapa saja yang memperoleh nilai terbaik pada mata pelajaran yang diajarkan akan diberikan suatu hadiah.
Mengapa seseorang termotivasi untuk melakukan suatu kegiatan ? Abraham Maslow mengatakan bahwa seseorang termotivasi karena memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Seperti seorang siswa memiliki kebutuhan ingin berprestasi akademik dengan gemilang yang harus terpenuhi.
Secara alami, motivasi siswa sesungguhnya berkaitan erat dengan keinginan siswa untuk terlibat daam proses pembelajaran. Motivasi sangat diperlukan bagi terciptanya proses pembelajaran di kelas secara efektif. Motivasi memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran, baik dalam proses maupun pencapaian hasil. Seorang siswa yang memiliki motivasi tinggi pada umumnya mampu meraih keberhasilan dalam proses maupun output pembelajaran.
Ketika anak-anak memasuki jenjang SD, mereka mulai digerakkan oleh rasa ingin tahu, berkembangnya keinginan menjelajah lingkungan, dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam proses pembelajaran di kelas, bisa berkembang dua situasi yang berbeda berkaitan dengan motivasi siswa. Seorang guru merasa bersemangat ketika siswa yang dihadapi memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar atau sebaliknya. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk mempu mengkreasi berbagai cara agar motivasi siswa dapat muncul dan berkembang dengan baik.
Ada sejumlah indikator untuk mengetahui siswa yang memiliki motivasi dalam proses pembelajaran, diantaranya adalah:
1. Memiliki gairah yang tinggi
2. Penuh semangat
3. Memiliki rasa penasaran yang tinggi
4. Mampu jalan sendiri ketika guru meminta siswa mengerjakan sesuatu
5. Memiliki rasa percaya diri
6. Memiliki daya konsentrasi yang lebih tinggi
7. Kesulitan dianggap sebagai tantangan yang harus diatasi
8. Memiliki kesabaran dan daya juang yang tinggi
Jika indikator-indikator ini yang muncul dan berkembang dalam proses pembelajaran di kelas, maka guru akan merasa enak dan antusias dalam menyelenggarakan proses pembelajarannya.
Namun demikian keadaan yang sebaliknya juga sangat sering kita jumpai dalam kegiatan proses pembelajaran. Artinya ada sejumlah siswa bermotivasi rendah, ada sejumlah indikator siswa yang memiliki motivasi rendah ini, yaitu:
1. Perhatian terhadap pelajaran kurang
2. Semangat juangnya rendah
3. Mengerjakan sesuatu merasa seperti diminta membawa beban berat
4. Sulit untuk bisa jalan sendiri ketika diberikan tugas
5. Memiliki ketergantungan terhadap orang lain
6. Mereka bisa jalan kalu sudah dipaksa
7. Daya konsentrasi kurang
8. Mereka cenderung menjadi pembuat kegaduhan
9. Mudah berkeluh kesah dan pesimis ketika menghadapi kesulitan
Dari indikator- indikator di atas menunjukkan bahwa di dalam proses pembelajaran ada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan motivasi itu datangnya dari dalam dirinya sendiri ada pula yang memiliki motivasi belajarnya rendah sehingga harus ada upaya serius dari guru untuk mengembangkannya. Namum demikian bukan berarti upaya pengembangan motivasi dalam pembelajaran hanya diberikan pada siswa yang motivasi belajarnya rendah saja. Kepada siswa yang memilikimotivasi belajar tinggipun harus tetap dilakukan pembinaan karena ada kemungkinan motivasi belajar mereka mengalami grafik naik turun. Lumsden (1994) serta Andermandan Midgley (1998) menegaskan, “To be sure, effort to promote student motivation need not be directed solely at students who have low levels of motivation. All students would benefit from higher level of engagement and motivation to succeed.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 21.43   0 comments
Proses Pembelajaran Untuk Mengembangkan Motivasi Belajar Subyek Didik
Selasa, 19 Oktober 2010
Sebenarnya tidak ada formulasi tunggal untuk membangun dan mengembangkan motivasi siswa dalam proses pembelajaran. Namun demikian ada sejumlah faktor yang dapat disinergikan untuk membenagun dan memotivasi siswa.
A. Tataran diluar kelas
Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk membangun dan mengembangkan motivasi belajar siswa dalam tataran di luar kelas.. artinya, ada sejumlah faktor yang seharusnya diperhatikan dan dikembangkandi luar kelassehingga memberikan kontribusi terhadap berkembangnya motivasi belajar siswa ketika mengikuti proses pembelajaran.
Cara-cara tersebut adalah;

  1. Menekankan kepada siswa tentang arti pentingnya persiapan dalam menghadapi kehidupan masa depan yang kemungkinan lebih banyak tantangan dan persaingan.
  2. Memberikan contoh kepada siswa tentang orang-orang sukses dalam kehidupan dan rahasia kesuksesan mereka yang patut ditiru. Dalam skala yang lebih luas bisa mengambil contoh-contoh negara yang sukses. Ini bisa dilakukan dengan meluangkan waktulima sampai sepuluh menit di awal pembelajaran.
  3. Menunjukkan kepada siswa kegunaan materi pelajaran yang dipelajari dengan kehidupan nyata sehari-hari. 
  4. Menekankan kepada siswa tentang arti pentingnya berpikir dan bekerja semaksimal mungkin.
B. Tataran di dalam kelas
Untuk membengun dan mengembangkan motivasi belajar siswaada sejumlah cara yang dapat dilakukan oleh guru di dalam kelas, yaitu;

  1. Memberikan ganjaran kepada siswa untuk pekerjan yang diselesaikan. Ganjaran hanya diberikan kepada siswa yang patut mendapat ganjaran. Memberikan ganjaran kepada siswa yang pekerjaannya kurang sukses justru akan memberikan sinyal kepada mereka bahwa usaha minimal masih bisa diterima oleh guru. Namun yang perlu dihindari adalah pemberian hukuman (punishment) yang dapat mengakibatkan perusakan psikis siswa, seperti kata-kata kasar. Dan ini justru akan mematikan motivasi siswa karena proses pembelajaran dalam situasi tekanan psikis cenderung menyebabkan siswa takut dan malas untuk berfikir, berbuat dan berinisiatif.
  2. Target pencapaian belajar harus jelas.. siswa harus mengetahui kompetensi apa yang harus dicapai dan dikuasai setelah selesai proses pembelajaran.
  3. Kembangkan suasana yang memungkinkan siswa merasa diterima dan didukung. Siswa pada umumnya memerlukan perasaan bahwa guru terlibat dalam kehidupan mereka, dan berbicara secara dekat dengan mereka.
  4. Usahakan merespon pertanyaan siswa secara positif dan segera memberikan pujian kepada siswa mampu mengajukan pertanyaan dengan baik.
  5. Dalam memberikan tugas, sebaiknya dipecah ke dalam rangkaian tugas yang kecil-kecil sehingga siswa tidak merasa berat dalam mengerjakannnya.
  6. Mengenalkan kepasa siswa tentang ketuntasan belajar. Artinya jelaskan kepada siswa tentang kompetensi dasar apa yang harusmereka capai pada akhir proses pembelajaran. Ketika siswa menyelesaikan tugas yang tidak sesuai dengan kompetensi dasar yang dihaarapkan, guru perlu memberikan kesempatan sekali lagi atau lebih agar siswa dapat menyelesaikan dan mencapainya.
  7. Hindarkan menciptakan kompetisi yang terlalu intens diantara siswa. Sebab, kompetisi yang terlalu ketat justru dapat mengakibatkan kecemasan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang harus dikembangkan adalah yang mampu mengembangkan motivasi siswa untuk membengun kerjasama yang positif.
  8. Guru juga harus menunjukkan kemampuan menguasai bahan yang diajarkan, antusiasme, dan kemerarikan dalam mengajar. Penguasaan bahan akan menimbulkan keyakinan diri pada guru sehingga dapat menimblkan antusiasme dan akhirnya akan mampu menarik perhatian siswa. Semua ini sangat penting dalam kaitannya dengan upaya membangun dan mengembangkan motivasi belajar siswa karena tidak sedikit siswa yang menjadi tidak tertarik kepada pelajaran tertentu karena gurunya yang tidak menguasai bahan, tidak antusias, dan tidak menarik dalam mengajar. Jadi siswa tidak termotivasi bukan karena materi pelajarannya tetapi karena guru yang tidak menarik dalam men gajar.

Pengembangan motivasi belajar subyek didik, selain diupayakan secara langsung oleh guru, dapat juga dilakukan oleh siswaa itu sendiri dengan menggunakan “Model Latihan Memotivasi Diri”. Model ini dikembangkan berdasarkan “tekhnik Pantau Diri” dari Cormier. Dengan menggunakan latihan memotivasi diri, siswa dituntut secara aktif mengembangkan motivasi belajarnya sendiri melalui aktivitasnya sendiri dan memantau sendiri.

Mengembangkan motivasi belajar dengan menggunakan model Latihan Motivasi Diri iniada enam kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, yaitu ;

  1. Mengembangkan motivasi intrinsik
  2. Memantau motivasi ekstrinsik
  3. Mendeskripsikan kegiatan
  4. Memantau dan mendeskripsikan kemajuan kegiatan
  5. Memilih mentor
  6. Membuat kesimpulan
  7. Semua kegiatan tersebut dilakukan secara mandiri oleh siswa dengan menggunakan format pantau diri (self-monitoring log) yang harus dikerjakan, diisi, dan dilaporkan oleh siswa. Oleh karena itu kegiatan motivasi diri ini menuntut keaktifan dan kejujuran siswa terhadap diri sendiri. Sebab jika siswa tidak aktif dan tidak jujur terhadap diri sendiri maka tidak akan memperoleh keberhasilan dalam memotivasi dirinya.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 21.51   0 comments
Memahami Kesulitan Belajar Pada Anak
Minggu, 17 Oktober 2010
Perbedaan individu siswa menyebabkan masalah kesulitan belajar siswa juga berbeda-beda antar siswa satu dengan siswa lainnya. Akibatnya, menjadi tidak mudah untuk menetapkan secara akurat masalah mereka yang sebenarnya. Namun demikian, masalah kesulitan belajar ini sangat menarik perhatian tidak hanya para ahli pendidikan, tetapi jugapara ahli dari berbagai bidang. Seperti psikiater, ahli saraf, dokter anak, dokter spesialis mata dan telinga, juga ahli bahasa . Mereka setelah melihat masalah kesulitan belajar ini dari sudut yang berbeda-beda, akhirnya secara umum sampai pada suatu kesimpulan bahwa ada dua faktor penyebab anak mengalami kesulitan belajar, yaitu faktor penyakit dan faktor perilaku.
Masalah kelambanan atau kesulitan belajar juga dapat diselidiki dari aspek penguasaan pelajaran dan aspek pertumbuhan fisik. Dari aspek penguasaan pelajaran, kesulitan belajar siswa dapat dilihat dari kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Pada umumnya bila terdapat perbedaan yang signifikan antarakemampuan belajar dan hasil belajar, dapat disimpulkan anak tersebut mengalami kelambanan belajar. Sedangkan dari aspek pertumbuhan fisik dapat dilihat dari hambatan berbicara, berpikir, mengingat dan hambatan fungsi indera. Hambatan berbicara merupakan hambatan belajar yang sering terdapat pada anak prasekolah. Sedangkan masalah hambatan dalam berpikir terlihat dari anak yang mengalami kesulitan dalam membentuk konsep, mengaitkan apa yang dipikirkan, dan memecahkan masalahnya.

Penyebab Timbulnya Masalah Kesulitan Belajar
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, yaitu:

1. Faktor Keturunan
Walaupun tidak sepenuhnya faktor keturunan berpengaruh terhadap kesulitan belajar, tapi juga tidak sedikit orang yang dalam satu garis keturunan memiliki kemampuan untuk membaca, menulis, dan mengeja bahkan mengitung, serta kesulitan belajar yang sama.
2. Gangguan Fungsi Otak
Ada pendapat yang menyatakan bahwaanak yang lamban dalam belajar mengalami gangguan dalam syaraf otaknya. Penelitian menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar dengan anak yang abormal. Hanya sajaanak yang mengalami kelambanan belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada otak. Oleh karena itu, para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan masalah ini. Sebenarnya sangat sulit untuk membuktikan dan memastikan bahwa kelamban atau kesulitan belajar itu disebabkan cedera otak.
3. Pengorganisasian Berpikir
Siswa yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar akan mengalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang pelajaran. Slah satu penyebabnya adalah mereka tidak mampu mengorganisasikan cara berpikirnya secara baik dan sistematis. Misalnya anak yang sulit membaca akan sulit pula merasakan atau menyimpulkan apa yang dilihatnya. Para ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.
4. Kekurangan Gizi
Ada kaitan yang erat antara kekurangan giz dengan kelambanan belajar, artinya kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab terjadinya kelambananbelajar. Walaupun pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar, tetapi banyak bukti menyatakan bila pada awal pertumbuhan anak sangat kekurangan gizi, keadaan itu akan berpengaruh terhadap perkembangan syaraf utamanya sehingga menyebabkan kurang baik dalam proses belajarnya.
5. Faktor Lingkungan
Ada banyak faktor yang tidak menguntungkan terhadap perkembangan mental anak, baik yang datangnya dari keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa perasaan hati, tekanan keluarga, atau kesalah pola asuh yang diterapkan pada anak. Meskipun faktor-faktor ini dapat mempengaruhi kesulitan belajar tetapi bukan merupakan satu-satunya faktr penyebab terjadinya kesulitan belajar. Namun yang pasti faktor tersebut dapat mengganggu daya ingat dan daya pikir serta konsentrasi pada anak.


Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 22.23   0 comments
Kesalahan diagnosis anak gifted
Kesalahan diagnosis terhadapa anak gifted sangat mungkiin terjadi. Mereka seringkali tidak didiagnosis oleh guru, dokter, atau psikolog sebagai anak berbakat tinggi, mereka justru didiagnosis sebagai anak autis ringan, Attention Deficit Hiperactive Disorder, disleksia, kelambanan mental, atau gangguan perkembanan lainnya. Ini disebabkan anak gifted seringkali mempunyai karakteristik yang berpotensi untuk berperilaku yang menurut pandangan orang pada umumnya dipandang “negatif”. Ini terutama terjadi pada anak gifted yang kemampuan kreativitasnya sangat tinggi. Persepsi semacam ini karena mereka menunjukkan perilaku antara lain:

  1. Overaktif secara fisik atau mental
  2. Ceroboh dan sepele terhadap hal-hal yang dianggapnya tidak penting
  3. Pelupa dan suka berkhayal
  4. Kurang tertarik pada hal-hal kecil
  5. Penuntut
  6. Temperamental dan berperilaku tergantung mood yang ada dalam dirinya
  7. Tidak komunikatif, sinis, dan suka berargumentasi
  8. Suka menanyakan aturan, otoritas, dan aturan moral yang umum
  9. Kurang kooperatif dan suka menentang dominasi

Karena kecenderungan memiliki perilaku seperti itu, maka seringkali anak-anak semacam ini dimasukkan ke dalam katergori anak-anak dengan gangguan tertentu. Hingga tidak sedikit dari mereka yang mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan dari guru atau orang tua yang merasa terganggu oleh perilaku mereka ini. Akibatnya tidak jarang anak-anak berbakat tinggi (highly gifted), terutama bagi mereka yang kreativitasnya sangat tinggi, menjadi memiliki penghargaan diri (self-esteem) dan konsep diri (self-concept) yang rendah shingga mengalami kegagalan di sekolah.

Proses Pembelajaran Yang Sesuai
Ada sejumlah faktor penting yang harus diperhatikan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran untuk anak gifted yang berkesulitan belajar ini, yaitu:

  1. Sangat penting memperhatikan perkembangan pada kemempuan yang menonjol , minat dan kapasitas intelektual anak ini dalam merencanakan proses pembelajarannya. Kesulitan belajar mereka agar tidak cenderung menjadi permanen sudah seharusnya menjadi pertimbangan penting untuk mengarahkan dan mendorong mereka memahami dan meningkatkan kemampuan yang dimiliki. Jadi guru hendaklah mencari cara untuk mengurangi kesulitan yang mereka alami dengan mengembangkan kemampuan yang mereka miliki.
  2. Program yang disediakan untuk mereka haruslah difokuskan pada hal-hal yang menjadi kelemahan mereka. Merka harus dibimbing untuk memahami kelemahan dan kelebihannya kemudian diarahka untuk menyadari cara yang tepat untuk mengurangi kesulitannya dalam belajar serta memupuk keberbakatannya. Para guru dan orang tua harus membantu anak-anak ini untuk membentuk konsep diri yang realistis dan sehat sehingga mereka dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Mereka harus disadarkan bahwa mereka dapat mengembangkan cara alternatif dalam berfikir dan berkomunikasi serta dapat belajar sesuai dengan kelebihan yang dimilikinya.
  3. Anak dengan kelebihan ganda ini membutuhkan kurikulum yang tepat yang memperhatikan kebutuhan-kebutuhan mereka akan kebutuhan khusus bagi kedua keistemewaan tersebut. Kebutuhan ini berhubungan dengan keberbakatannya dan kelemahan atau kesulitannya yang spesifik. Jangan sampai perlakuan-perlakuan yang diberikan justru menghambat perkembangan dan pengekspresian keberbakatannya.

Peran Orang Tua
Orang tua adalah orang yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan anaknya. Marker dan Udall (1997) memberikan alternatif yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk membantu anaknya yang gifted dan sekaligus berkesulitan belajar, yaitu:

  1. Orang tua harus menjadi pendorong yang efektif bagi anaknya. Oleh karena itu, orang tua harus mempelajari betul-betul keadaan dan karakteristik anaknya
  2. Carilah orang tua yang juga memiliki anak gifted dan sekaligus berkesulitan belajar agar bisa berbagi pengalaman. Dengan cara demikian diharapkan akan memperoleh cara-cara yang tepat untuk menangani anak
  3. Jika ada, kunjungilah lembaga terdekat yang memiliki program pendidikan khusus untuk anak gifted yang memiliki kesulitan belajar dan mintalah bantuan kepada lembaga tersebut
  4. Carilah terapis atau psikolog yang cocok dengan anak
  5. Orang tua sebaiknya terlibat secara aktif dan proaktif selama proses terapi
  6. Orang tua harus berusaha dengan maksimal untuk meningkatkan pemahaman akan kebutuhan anak agar bisa lebih mudah untuk menerima beberapa hal yang kontradiksi pada diri anaknya
  7. Terimalah keadaan anak apa adanya dan kenali betul-betul kelebihan dan kelemahannya
  8. Sediakan suasana lingkungan yang penuh kehangatana dan kasih sayang kemudian lakukanlah komunikasi atau diskusi dengan topik yang menarik bagi anak
  9. Sediakan permainan edukatif yang menarik bagi anak

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 11.28   0 comments
Karakteristik Anak berbakat / gifted children
Sabtu, 16 Oktober 2010
Anak gifted pada mulanya sebagai anak yang memiliki skor IQ yang tinggi dan mempunyai prestasi sekolah yang baik. Namun, belakangan permasalahn tersebut menjadi lebih kompleks dengan munculnya hasil-hasil penelitian yang menemukan adanya anak berkemampuan tingi, tetapi juga memiliki kesulitan dalam belajar.
Secara umum, seorang anak gifted yang sekaligus memiliki ketidakmampuan belajar ditandai dengan kelebihan luar biasa pada beberapa aspek dan ketidakmampuan pada aspek yang lain. Anak gifted yang sekaligus mengalami kesulitan belajar ini secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kategori.


Pertama, anak berbakat memiliki beberapa kesulitan dalam belajar di sekolah dan sering dikatakan sebagai anak yang “underachiever”. Kelompok anak yang semacam ini mudah teridentifikasi sebagai anak gifted atau berbakat karena memiliki skor IQ yang tinggi, tetapi dalam perkembangan selanjutnya terjadi kesenjangan yang besar antara kemampuan atau IQ yang dimiliki dengan prestasi yang dicapai. Anak pada kelompok ini mungkin akan mengejutkan dengan kemampuan verbal yang sangat bagus, sementara ia mengalami kesulitan besar pada kemampuan menulis, apalagi kalau didikte. Kadangkala anak kelompok ini amat pelupa, ceroboh, dan pola pikir srta tingkah lakunya tak terorganisir dengan baik, sehingga pada sekolah lanjutan pertama yang tuntutannya sudah semakin tinggi menjadi mengalami kesulitan untuk berprestasi. Mereka dapat mengatasi kesullitan dengan usaha keras, namun kenyataannyabanyak dari mereka tidak tahu cara untuk mengatasinya, karena terlanjur dikategorikan sebagai anak berkemampuan tinggi.


Kedua, anak-anak yang teridentifikasi dan diketahui berkesulitan dalam belajar, tetapi tidak pernah teridentifikasi sebagai anak gifted. Ketidaktepatan pengkuran atau tertekannya skor IQ sering menyebabkan dugaan yang keliru terhadap kemampuan intelektualnya. Jika bakat yang luar biasa tidak diketahui, maka kelebihan-kelebihannya tidak pernah menjadi fokus dalam pendidikannya sehingga tidak pernah teraktualisasikan.


Ketiga, anak yang tidak teridentifikasi sebagai anak berbakat maupun sebagai anak berkesulitan belajar. Mereka lebih nampak sebagai anak berprestasi rata-rata. Kemampuan intelegensi yang tinggi seringkali membantu kesulitan atau kelemahannya sehingga anak ini tidak teridentifikasi sebagai anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Pada anak kelompok ini, siperioritas kemampuannya menutupi kelemahannya. Sebaliknya, kelemahannya juga menutupi kelebihannya. Bakat yang dimiliki kemungkinan dapat berkembang bila terstimulasi oleh situasi kelas yang diajar oleh guru yang menggunakan metode belajar yang bervariasi, kreatif, dan menantang.

Anak gifted yang berkesulitan belajar ini adalah suatu tipikal siswa yang seringkali dikarakteristikkan sebagai anak yang cerdas, tapi bermasalah di sekolah. Mereka sering mengalami perasaaan frustasi, berperilaku agresif, bertindakceroboh, dan sering tidak mampu menyelesaikan tugas. Mereka sering membuat suasana kelas menjadi terganggu. Sementara di bidang lain, mereka mampu menampilkan diri sebagai anak berkemampuan tinggi. Misalnya mereka sangat pandai dalam berpikir abstrak, dapat mengkonseptualisasikan sesuatu dengan cepat, mampu melakukan generalisasi dengan mudah, mampu membuat inferensi dengan tepat, dan menyukai tantangan untuk menyelesaikan suatu problem (Barton & Stanes, 1989). Biasanya hobi atau kesukaannya adalah hal-hal yang membutuhkan motivasi, tantangan, dan perlu pemikiran yang kreatif.
Anak gifted yang kesulitan belajar ini memandang dirinya sebagai anak yang tidak mampu di bidang akademik, sehingga meningkatkan motivasi untuk menolak tugas-tugas sekolah. Anak dengan keistimewaan ganda ini sering merasa malu dan memandang bahwa dirinya tidak mampu bersekolah. Inilah yang mematahkan semangat mereka. Tak jarang dari mereka meneruskan perasaan tentang kegagalan ini di sekolah, sementara mereka dirumah mampu belajar dan berkarya. Merek sering memiliki konsep diri yang negatif dan merasa bahwa sesungguhnya dirinya tidak sama dengan teman sebayanya.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 22.52   0 comments
www.voa-islam.com
Previous Post
Archives
Links

© education Blogger Templates modified by blogger