Pemimpin perlu mengelola suasana hati organisasinya. Pemimpin yang paling berbakat melakukan hal itu dengan menggunakan suatu campuran misterius berbagai kemampuan psikologis yang disebut kecerdasan emosi. Mereka sadar diri dan berempati. Mereka dapat membaca dan mengatur emosi dirinya sementara secara intuitif menangkap bagaimana perasaan orang lain dan mengukur keadaan emosi organisasinya.
Kecerdasan emosi sebagian merupakan fungsi bawaan genetik, sebagian adalah pengalaman hidup, dan sebagian lagi adalah pelatihan. Kecerdasan emosi berbeda-beda tingkatnya antara satu pemimpin dan yang lain, dan manajer menerapkannya dengan ketrampilan yang berbeda-beda pula. Kalau dipergunakan dengan bijak dan simpatik, kecerdasan emosi akan memacu pemimpin, orang-orangnya, dan organisasinya hingga mencapai kinerja yang luar biasa. Sebaliknya, kalau dipergunakan secara naif dan melenceng, kecerdasan emosi dapat melumpuhkan pemimpin atau memungkinkan mereka memanipulasi para pengikutnya untuk kepentingan pribadi.
Sadar diri adalah ketrampilan-kunci dari kecerdasan emosi yang ada di belakang kepemimpinan yang baik. Ketrampilan ini sering dipandang sebagai kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan kita sendiri dan mengapa, serta bagaimana dampak perasaan diri terhadap tingkah laku kita sendiri. Akan tetapi, kesadaran diri itu juga melibatkan kemampuan untuk memantau dan mengendalikan bias bawah-sadar yang kuat yang ada pada setiap orang, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Pada saat yang sama, perlu diwaspadai penggunaan kecerdasan emosi jika ketrampilan ini dikembangkan secara tidak proporsional, karena itu dapat mengganggu hubungan. Jika Anda ekstrem sadar diri tapi kurang empati, Anda mungkin menjadi orang yang terobsesi sendiri. Jika Anda terlalu simpatik, resikonya Anda sulit dipahami. Jika Anda hebat dalam pengelolaan diri tapi tidak transparan, Anda tampak inautentik. Akhirnya, kadang-kadang pemimpin harus secara sengaja menghindari terlalu dekat dengan pasukannya supaya ia bisa melihat gambaran yang lebih besar. Pemimpin yang cerdas emosi tahu kapan mesti mengendalikannya.
Sejarah Amerika telah menunjukkan bahwa kecerdasan emosi bukan hanya merupakan komponen mutlak dari kepemimpinan politik, tapi juga bahwa kecerdasan itu bisa ditingkatkan melalui usaha keras terus menerus. George Washington harus bekerja keras mengendalikan temperamen pemarahnya sebelum ia menjadi model untuk negara itu, dan Abraham Lincoln harus mengatasi sifat melankolisnya sebelum akhirnya dapat memperlihatkan penampilan berani dan hangat yang menjadi magnet bagi orang lain.
Anda juga bisa menjadi pemimpin yang baik kalau Anda tahu seni membuat orang lain bekerja luar biasa. Untungnya, kecerdasan emosi itu bisa dipelajari. Pemimpin yang punya motivasi untuk meningkatkan kecerdasan emosinya dapat melakukannya apabila mereka diberi informasi yang benar, panduan, dan dukungan. Informasi yang dibutuhkan itu adalah penilaian yang jujur terhadap kekuatan dan kelemahannya oleh orang yang mereka kenal dengan baik dan yang pendapatnya mereka percaya. Panduan yang diperlukan adalah rencana pengembangan yang spesifik yang menggunakan pertemuan di tempat kerja alami sebagai laboratorium untuk bercakap-cakap ketika praktek tentang cara menangani berbagai situasi, tentang apa yang mesti dilakukan kalau mereka telanjur merusak situasi itu, dan bagaimana menarik pelajaran dari persoalan itu. Apabila seorang pemimpin memanfaatkan sumberdaya ini dan mempraktekkannya terus, ia akan dapat mengembangkan ketrampilan kecerdasan emosi yang spesifik – ketrampilan yang akan bertahan bertahun-tahun.(berbagai sumber) |
Artikel yang bagus,..
Terimakasih sharenya..
sukses selalu