Photobucket Photobucket 

javascript:void(0)
Share |
Photobucket Photobucket Photobucket
Buku Tamu
Pendidikan Multikultural
Rabu, 23 Desember 2009
Pendidikan yang diharapkan mampu menghasilkan output yang bisa menjawab tantangan zaman tidaklah mudah diwujudkan. Pendidikan adalah proyek jangka panjang semua negara, tak terecuali Indonesia. Pendidikan manjadi standar dan tolok ukur seberapa jauh sebuah negara itu mampu bersaing di dunia internasional.

Semakin baik mutu pendidikan yang dimiliki suatu negara, maka negara tersebut semakin siap bersaing di kancah global. Begitu sebaliknya semakin rendah mutu pendidikan suatu bangsa maka negara tersebut kian terpuruk dan tersingkirkan dalam perhelatan dunia global.

Kita tahu bahwa selama kurun waktu 32 tahun negara ini dibawah kekuasaan orde baru. Dimana selama kurun waktu itulah kemajemukan yang dimiliki bangsa ini terkekang dan hanya diperkenalkan melalui simbol saja tanpa menyentuh pada esensinya. Politik monokulturalisme yang dilaksanakan oleh pemerintah orde baru atas nama stabilitas untuk pembangunan telah meniadakan local cultural genius. Padahal sistem atas tradisi sosialkultural merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya.

Secara normatif, tidak ada satu agamapun yang mengajarkan umatnya untuk melakukan tindakan kekerasan dan kerusuhan tehadap agama lain di luar kelompoknya bahkan pemahaman dan penafsiran yang berbeda terhadap ajaran dalam satu agama.

Nah, lembaga pendidikan sebagai pembentuk karakter bangsa mendapatkan tantangan tersebut. Bagaimana pendidikan bisa menjawab kebutuhan masyarakat yakni meredam konflik dan membangun suasana kehidupan yang damai antar kelompok, suku, ras dan agama. Itulah yang menjadi pertanyaan pokok sebagai evaluasi kita bersama. Kebutuhan masyarakat yang heterogen adalah kebutuhan untuk hidup damai dan rukun. Pada titik inilah diperlukan strategi peberdayaan masyarakat dalam dinamika multikultural. Tawarannya adalah kesadaran multikulturalisme yang dibangkitkan melalui pendidikan multikultural di sekolah-sekolah.

Untuk konteks Indonesia, teori ini sejalan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Secara normatif, semboyan tersebut memberi peluang kepada semua elemen bangsa untuk mengaprsiasikan identitas bahasa, etnik, budaya dan agama masing-masing, dan bahkan diizinkan untuk mengembangkannya.

Dengan pengembangan model pendidikan berbasis multikultural diharapkan mampu menjadi salah satu metode efektif untuk meredam konflik. Selain itu, pendidikan multikultural bisa menanamkan sekaligus mengubah pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus mengharagai keberagaman etnis, agama, ras, dan golongan. Sebab problem penstrukturanmasyarakat yang heterogen dalam sebuah wilayah daerah tidak bisa diselesaikan tanpa adanya pendidikan multikultural.
Berpijak dari fakta di atas, maka pendidikan berbasis multikultural menemukan titik urgensitasnya. Hadirnya pendidikan multikultural di tengah-tengah dunia pendidikan kita menjadi hal sangat mendesak. Sebab selain menawarkan solusi untuk keluar dari konflik yang berbau sara, model pendidikan ini juga mengandalkan terbentuknya rasa toleransi, saling menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi rasa kebersamaan dalam perbedaan.
Lebih jauh, menurut Jose A.Cardinas (1975) dalam Mundzier Suparta, menjelaskan pentingnya pendidikan multikultural ini didasarkan pada lima pertimbangan: (1) ketidakampuan hidup secara harmoni (incompatibility), (2) tuntutan bahasa lain (other language acquisition), (3) keberagaman budaya (cultural pluralism), (4) pengembangan citra diri yang positif (development of positive self-image), dan (5) kesetaraan memperoleh kesempatan pendidikan (equility of educational opportunity).

Di lain pihak, Donna M.Gollnick(1983) menyebutkan bahwa pentingnya pendidikan multikultural dilatar belakangi oleh beberapa asumsi: (1) setiap budaya dapat berinteraksi dengan budaya lain yang berbeda, dan bahkan dapat saling memberi kontribusi; (2) keadilan sosial dan kesempatan yang setara bagi semua orang merupakan hak bagi semua warga negara; (3) distribusi kekusaan dapat dibagi secara bersama kepada semua kelompok etnik, (4) sistem pendidikan memberikan fungsi kritis terhadap kebutuhan kerangka sikap dan nilai demi kelangsungan masyarakat demokratis; serta (5) para guru dan para praktisi pendidikan dapat mengasumsikan sebuah peran kepemimpinan dalam mewujudkan lingkungan yang mendukung pendidikan multikultural.

Sementara itu, pendidikan multikultural menjadi penting sebab konsep ini setidaknya bertumpu pada dua keyakinan. Pertama, secara sosial semua kelompok budaya dapat di representasikan dan hidup berdampingan bersama dengan orang lain. Kedua, diskriminasi dan rasisme dapat direduksi melalui penetapan citra positif keragaman etnik dan pengetahuan budaya-budaya lain. Oleh karena itu wawasan dan gagasan multikultural perlu dikukuhkan dalam dunia pendidikan.

Pendek kata, bila pendidikan multikultural dapat dilakukan di sekolah-sekolah, hasilnya akan melahirkan peradaban dan bengunan masyarakat yang toleran, demokratis, penuh kebajikan, suka tolong menolong, tenggang rasa, keharmonisan, keindahan dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Intinya , gagasan dan rancanan ekolah yang berbasis multikultural adalah sebuah keniscayaan dengan catatan bahwa kehadirannya tidka mengaburkan dan atau menciptakan ketidakpastian jati diri para kelompok yang ada.

Label:

posted by admin @ 12.06  
0 Comments:
Posting Komentar
<< ke depan
 
www.voa-islam.com
Previous Post
Archives
Links

© education Blogger Templates modified by blogger