Kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan/dimiliki para guru dalam praktik penilaian tersebut sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut:
- Terampil dalam mengembangkan dan menggunakan multi-prosedur, multi-strategi/teknik, dan multi-instrumen penilaian untuk menilai kemajuan proses dan hasil belajar siswa sesuai dengan standar kompetensi, indikator-indikator keberhasilan, strategi pembelajaran, dan kebutuhan siswa,
- Terampil dalam mengolah informasi hasil penilaian dan menafsirkan serta menggunakannya untuk merancang peningkatan proses pembelajaran, lingkungan belajar di kelas, atau proses penilaian itu sendiri,
- Terampil dalam mengkomunikasikan hasil penilaian kepada siswa dan orang tua siswa tentang keberhasilan dan kelemahan belajar siswa untuk mendorong terjadinya peningkatan kinerja belajar siswa secara berkelanjutan.
Pemahaman tentang Kapabilitas Belajar Siswa
Agar guru memiliki kompetensi yang pertama di atas, seorang guru haruslah memahami apa saja yang menjadi kapailitas atau kompetensii siswa yang perlu dikembangkan dalam proses belajar dan bagaimana hubungan antar kapabilitas itu dalam perkembangannya dalam proses belajar. Pemahaman ini sangat penting, karena guru-guru selama ini terkesan hanya memahami makna kapabiltas belajar siswa dari dimensi kognisi saja, dan itupun pada tataran atau level tertentu saja, khususnya dalam hal ini level C1 sampai C3 saja menurut deskripsi taxonomi Bloom. Padahal sesungguhnya, kapabilitas belajar itu sungguh banyak dimensi dan ragamnya, tergantung dari sudut pandang mana kapabilitas itu dikaji. Menurut para ahli filsafat pengetahuan, psikologi pendidikan, serta pakar pengembangan dan pengukuran instrumen penilaian pendidikan,kemampuan pikiran manusia sungguh sangat kompleks. Menjadi tanggungjawab guru pulalah sesungguhnya, berdasarkan konsep pendidikan berbasis life skill dan kurikulum berbasis kompetensi, untuk mampu mengeksplorasi kapabilitas belajar siswa tersebut.
Karena itu, ada berbagai teori yang perlu digunakan para guru untuk mengembangkan kompetensi belajar siswa disamping model taxonomi Bloom yang sudah dikenal guru, yang sesungguhnya penggunaannya sangat terbatas. Gagne misalnya, menjelaskan bahwa dalam program pendidikan, kapabilitas belajar yang perlu dikembangkan meliputi kemampuan informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, da keterampilan motorik.
Kemampuan informasi verbal berkaitan denga kemampuan menyatakan kembali apa yang telah dipelajari. Keterampilan intelektual berkaitan dengan kemampuan mentransformasi informasi ke berbagai sistem simbolik. Beda antara informasi verbal dengan intelektual adalah beda mengetahui bahwa dan mengetahui bagaiman dengan mengetahui mengapa dan untuk apa. Kemampuan ini dimulai dari kemampuan melakukan analisis, sintesis, hingga pemikiran yang kritis dan kreatif ,dan evaluatif.
Kemampuan strategi kognitif, selanjutnya adalah kemampuan untuk mengelola pikiran itu sendiri, seperti bagaimana siswa semestinya memperhatikan stimulus, membentuk skema penyusunan sandi informasi, mengatur besaran informasi yang harus disimpan dan disusun dalam struktur kognisi, serta mencari dan menemukan kembali hal-hal yang disimpan dan dalam mengorganisir respon-respon belajar. Dengan kata lain, kemampuan ini adalah kemapuan berpikir reflektif atau semacam kemampuan meta kognisi (belajar bagaimana belajar).
Sementara itu sikap dimaksudkan adalah kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang akan diambil dengan menentukan adanya kemungkinan suatu kelas tindakan tertentu yang akan dilakukan. Akhirnya, keterampilan gerak motorik adalah kapabilitas yang mendasari pelaksanaan perbuatan jasmaniah secara mulus. Ciri utama kapabilitas ini adalah ketepatan, pengaturan waktu, dan kemulusan gerak fisik.
Dalam pembelajaran, semua kapabilitas di atas perlu dikembangkan dalam proses belajar siswa, walau mungkin keterampilan gerak motorik tidak menjadi dominan (kecuali untuk mata pelajaran penjaskes, seni keterampilan), tetapi tidak dapat diabaikan sama sekali. Misalnya, jika kita ingin mengajrkan kepada siswa keterampilan berkomunikasi oral secara efektif, kita perlumembelajarkan siswa bagaimana mengatur intonasi, kecepatan, dan kejelasan suara. Begitu pula jika kita ingin mengajarkan siswa mendemonstrasikan atau menstimulasikan tindakan tertentu. Begitu juga, strategi kognitif perlu sangat dikembangkan dalam pendidikan melalui keterampilan proses dalam belajar.
Dengan kurikulum berorientasi
life skill, sesungguhnya teori
life skill itu sendiri dapat dijadikan dasar pengembangan kapabilitas belajar siswa. Di sini komponen kecakapan dalam
life skill itu perlu diwujudkan dalam penilaian proses dan hasil belajar siswa. Komponen-komponen kecakapan personal dapat dijadikan dasar penilaian aspek afeksi siswa. Kecakapan intelektual dan akademis dikembangkan menjadi dasar penilaian apek kognisi siswa. Kecakapan sosial dan vokasional dapat dijadikan dasar penilaian aspek keterampilan.
Pada aspek
kecakapan personal, sebagai penilaian aspek afeksi dapat dinilai kemampuan-kemampuan rasa percaya diri dan penghargaam diri (
self-concept and seff-esteem), sikap belajar, orientasi nilai, komitmen, kejujuran , motivasi, minat belajar, kepribadian, tingkat keimanan, dan ketakwaan, kedisiplinan, pengendalian diri, pengontrolan emosi, sikap sosial, dan sebagainya. Seluruh konsep-konsep ini perlu didefinisikan secara operasional untuk pengembangan indikator-indikator pencapaian hasil belajarnya.
Pada aspek
kecakapan intelektual dan akademis, sebagai penilaian aspek kognisi, dapat dinilai kemampuan-kemampuan seperti pemahaman dan aplikasi konsep, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan membuat keputusan nilai atau kemampuan penalaran moral, kemampuan berpikir deduksi dan induksi, dan kemampuan berpikir metode ilmiah.
Pada aspek
kecakapan sosial, sebagai penilaian aspek keterampilan sosial siswa, dapat dinilai kemampuan-kemampuan seperti keterampilan memecahkan masalah secara kolaboratif/kooperatif, kemampuan melakukan sharing gagasan, kemampuan mengalokasikan/mendistribusikan tugas kelompok, kemampuan melakukan sharing tanggungjawab kepemimpinan, kemampuan melakukan negosiasi, kemampuan memecahkan konflik bersama kelompok, kemampuan berkomunikasi sosial dengan sumber-sumber informasi soaial, dan sejenisnya.
Akhirnya, pada aspek kecakapan vokasional, sebagai aspek penilaian keterampilan kerja sosial dapat dinilai kemampuan-kemampuan melakukan presentasi dengan komunikasi efektif, kemampuan melakukan penelitian sosial secara ilmiah, keterampilan dalam membuat kebijakan publik, dan keterampilan kerja sosial pada bidang-bidang tertentu (memberikan ceramah, kerja sebagai relawan atau pengabdian pada masyarakat da sebagainya).
Akhirnya, teori tentang empat pilar pendidikan yang memandang belajar sebagi proses
how to know, how to do, how to be, dan how to live together juga dapatdijadikan dasar dalam pengembangan kapabilitas belajar siswa. Dengan belajar sebagai konsep
how to know, kita dapat melakukan penilaian pada aspek-aspek kognisi siswa baik yang bersifat kemampuan informasi verbal, keterampilan intelektual, maupun pengembangan strategi kognitif, begitu pula baik ditinjau dari pengembangankemampuan berpikir rasional maupun kemampuan berpikir akademisnya.
Dengan belajar sebagai konsep
how to do, kita dapat melakukan penilaian pada aspek keterampilannya, baik pada segi keterampilam kerja ilmiah (mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, menyusun hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, membuat kesimpulan, dan mengajukan rekomendasi tindakan) maupun keterampilan kerja sosialnya seperti keterampilan komunikasi efektif, keterampilan melakukan negosiasi, memecahkan konflik bersama dan lain-lain.
Dengan belajar sebagai konsep
how to be, kita dapat melakukan penilaian pada aspek-aspek afeksi siswa, seperti rasa percaya diri dan penghargaan diri (
self-concept and self esteem), sikap belajar, orientasi nilai, komitmen, kejujuran, motivasi, minat belajar, kepribadian, tingkat keimanan dan ketaqwaan, kedisiplinan, pengendalian diri, pengontrolan emosi, sikap sosial, dan sebaginya.
Akhirnya, dengan belajar sebagai konsep
how to live together, kita dapat mengembangkan penilaian kapabilitas keterampilan sosial siswa seperti yang telah digambarkan di atas.