Photobucket Photobucket 

javascript:void(0)
Share |
Photobucket Photobucket Photobucket
Buku Tamu
Prosedur Pembelajaran Kontekstual
Jumat, 20 Agustus 2010
Setiap siswa memiliki gaya belajar sendiri. Bobbi Deporter (1992) menyebutkan hal itu sebagai unsur modalitas belajar. Menurutnya ada tiga belajar pada tiap diri siswa dimana tiap orang memiliki kecenderungan terhadap salah satunya. Ketiga hal itu adalah visual, auditorial, dan kinestetis. Siswa yang memiliki kecenderungan visual akan cenderung belajar dengan cara melihat. Siswa dengan kecenderungan auditorial akan lebih tertarik untuk belajar dengan mendengarkan suara-suara. Sementara siswa dengan karakter kinestetis akan lebih tertarik untuk praktek dengan me-lakukan suatu kegiatan atau menyentuh secara langsung.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru dituntut untuk dapat memahami karakteristik belajar siswa sehingga siswa dapat belajar dengan gayanya masing-masing. Dalam pembelajaran konvensional, guru sering lupa memperhatikan hal ini. Sehingga yang terjadi adalah apa yang dikatakan Oleh Paulo Freire sebagai pemaksaan kehendak.Sehubungan dengan itu, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru ketika akan menerapkan model belajar pembelajaran kontekstual, yakni :
Pertama, siswa harus dipandang sebagai manusia yag sedang berkembang dan bukan sebagai orang dewasa dalam ukuran kecil. Kemampuan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh level perkembangan siswa sehingga kita tidak boleh memberikan pelajaran yang tidak sesuai dengan level perkembangan siswa tersebut. Dengan demikian guru tidak bertindak sebagai penguasa dalam sebuah pembelajaran, namun ia berperan sebagai pembimbing siswa dalam membimbing mereka sesuai dengan level perkembangannya.
Kedua, setiap anak memiliki kecenderungan untuk mencoba hal yang baru. Mereka akan senang jika mendapat tantangan-tantangan yang baru. Oleh karena itu, guru berperan sebagai pemilih objek baru dan menantang yang akan dipelajari oleh siswa. Ketiga, belajar bagi siswa adalah mengaitkan hal-hal yang telah dikuasi dengan informasi baru yang mereka dapatkan. Dengan demikian tugs guru adalah untuk mengaitkan informasi yang telah ada pada siswa dengan hal baru yang ia pelajari. Keempat, belajar merupakan proses penyempurnaan skema yang sudah ada pada diri siswa (asimilasi) dan membuat skema yang baru (akomodasi). Dengan demikian guru bertugas untuk membantu melakukan proses asimilasi dan akomodasi.

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.Dalam konteks itu, prosedur atau program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya. Atas dasar itu, saran pokok dalam prosedur atau penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut:

  1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar,
  2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya,
  3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu,
  4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa,
  5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
Dengan mengetahui dan memahami prosedur pelaksanaan atau implementasi model pembelajaran kontekstual oleh guru, maka akan memudahkan bagi guru untuk menerapkan model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran yang dilakukannya. Prosedur yang dikemuakan di atas, bukanlah harga mati dan kaku, guru boleh mencari dan menambah tahapan atau konsep lainnya, sehingga lebih memperkaya dan memperluas prosedur pelaksanaan model pembelajaran kontektual ini.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 11.35   1 comments
Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran Kontekstual
KONSEP belajar aktif sudah dikembangkan oleh Confusius, 2400 tahun yang silam dengan mengemukakan teori sebagai berikut, selanjutnya Mel Silberman dalam bukunya ” Active Learning ”, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, 2002 mengembangkan pernyataan Confusius Belajar Aktif sebagai berikut :
Apa yang saya dengar saya lupa.Apa yang saya lihat saya ingat sedikitApa yang saya dengar, lihat dan diskusikan saya mulai mengertiApa yang saya lihat, dengar, diskusikan dan kerjakan saya dapat pengetahuan dan ketram-pilanApa yang saya ajarkan saya kuasai. Setiap siswa mempunyai gaya yang berbada dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut oleh Bobbi Deporter ( 1992 ) dinamakan sebagai unsur modalitas belajar. Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru harus memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar tehadap gaya belajar siswa.
Dalam proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga proses pembelajaran tak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire sebagai sistem penindasan. Kearifan siswa tidak saja dalam menerima informasi tetapi juga dalam memproses informasi tersebut secara efektif, otak membantu melaksanakan refleksi baik secara eksternal maupun internal.
Belajar secara pasif tidak ” hidup ”, karena siswa mengalami proses tanpa rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan dan tanpa daya tarik pada hasil, sedangkan secara aktif siswa dituntut mencari sesuatu sehingga dalam pembelajaran seluruh potensi siswa akan terlibat secara optimal.Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan model pembelajaran kontekstual :

  1. Siswa dalam pembelajaran dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sementara berada pada tahap – tahap perkem-bangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tikat per-kembangan dan pengalaman me-reka. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkem-bangannya.
  2. Siswa memiliki kecenderungan untuk belajar hal baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal – hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih bahan bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
  3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal – hal yang baru dengan hal – hal yang sudah di ketehui. Dengan demikian, peranan guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
  4. Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada ( asimilasi ) atau proses pembentukan skema ratu atau ( akomodasi ), dengan demi-kian tugas guru adalah memfasilitasi ( mempermudah ) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi. Pendekatan pembelajaran kontekstual atau CTL diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Dalam kelas kontekstual, guru berusaha membantu siswa mencapai tujuan.

Maksudnya guru lebih bannyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan ketrampilan diperoleh dengan menemukan sendiri bukan apa kata guru. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 11.28   0 comments
Sejarah Pembelajaran Kontekstual
PEMBELAJARAN Berbasis Kontekstual (Contextual teaching and Learning telah lama sekali diusulkan oleh John Dewey pada tahun 1916 yang menyarankan agar kurikulum dan metodologi pembelajaran dikaitkan langsung dengan minat dan pengalaman siswa. Dewey tidak menyetujui konsentrasi pembelajaran pada pengembangan intelektual terpisah dari pengembangan aspek kepribadian. Dewey juga tidak menyetujui dijauhkannya kegiatan pembelajaran di sekolah dengan kegiatan di dunia kerja dan di dunia nyata sehari-hari.
Oleh karena itu model pembelajaran kontekstual atau CTL telah jauh dikembangkan oleh ahli-ahli pendidikan dan bukan barang baru, salah satunya adalah John Dewey, seperti dikatakan Dewey bahwa model pembelajaran ini dikembangkannya pada tahun 1916, yang ia sebut dengan Learning by doing ini era tahun 1916, kemudian tahun 1970-an konsep model pembelajaran kontekstual ini lebih dikenal dengan experiential learning, kemudian pada era tahun 1970-1980 lebih dikenal dengan applied learning, pada tahun 1990-an model kontekstual ini dikenal dengan school to work. Kemudian pada era tahun 2000-an, model kontekstual ini lebih efektif digunakan.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok. Dengan demikian, guru dituntut untuk menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dan memberikan kegiatan yang bervariasi, sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, mengaktifkan siswa dan guru, mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, responsif, serta rumah dan lingkungan masyara-kat. Pada akhirnya siswa memiliki motivasi tinggi untuk belajar.”
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa. Untuk itu diperlukan suatau pen-dekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).
Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas.
Pendekatan model Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001).
Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Oleh sebab itulah kalau kita fahami filosofis model pembelajaran kontekstual ini, ada dua yang disebut : Pertama, Filosofi pendidikan: berasumsi bahwa pendidik mempunyai peranan penting me-mbantu siswa menemukan makna di dalam pendidikannya dengan mengaitkan apa yang mereka pelajari di kelas dengan bagaimana penerapan pengetahuan itu dunia nyata. Kedua, Strategi pedagogik, ctl berisi teknik-teknik yang dapat membantu siswa menjadi lebih aktif dan reflektif terhadap pengalaman-pengalamannya.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 11.26   0 comments
Mengapa Pembelajaran Kontekstual
Ada banyak model-model pembelajaran yang dapat dilakukan dan diaplikasi oleh guru di dalam proses pembelajaran mata pelajaran yang diasuhnya. Model-model pembelajaran tersebut jelas untuk menganulir atau menghilangkan kesan pembelajaran tradisional. Memang tidak pula kita pungkiri bahwa model pembelajaran tradisional tidaklah mungkin untuk kita tinggalkan dalam pembelajaran.
Akan tetapi penggunaan model pembelajaran ini hanya terbatas untuk membuka atau penyampaian awal saja, sehingga siswa memahami persoalan yang akan dipelajari mereka.
Merubah paradigma pembelajaran yang selama ini guru mutlak mentranfer ilmu dan membosankan serta kondisi siswa pasif, guru lebih mendominasi proses pembelajaran, sehingga siswa terkesan tidak aktif dan kreatif.
Sekarang ada kecenderungan proses pembelajaran lebih difokuskan kepada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika ling-kungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru menga-itkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hu-bungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.
Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Pembelajaran kontekstual me-rupakan salah satu bentuk membelajarkan siswa dengan cara memberikan pengalaman langsung. Siswa belajar dari lingkungan yang berada di sekitarnya. Salah satu contohnya adalah siswa yang disuruh melakukan observasi di pasar.
Kemudian siswa itu disuruh menjelaskan apa saja yang ia pelajari selama melakukan observasi di pasar, hal ini tentunya berkaitan dengan mata pelajaran ekonomi.
Demikian pula dalam mata pelajaran sejarah siswa di suruh untuk melihat peninggalan sejarah, seperti candi, istana, mesjid. Dari informasi lapangan, siswa diberikan kesempatan untuk menyampaukan hasil observasi atau pengamatan yang telah mereka lihat dan pelajari.
Ada tiga prinsip dalam pembelajaran pembelajaran konstektual. Pertama, siswa dituntut untuk menemukan sendiri pengetahuan baru. Tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang baru, namun lebih dari itu siswa dikondisikan agar dapat memahami proses yang terjadi dalam mendapatkan ilmu itu.
Singkatnya, siswa membangun sendiri pengetahuannya. Kedua, siswa dituntut untuk dapat menghubungkan ilmu yang ia dapatkan di sekolah dengan kejadian actual di masyarakat. Ketiga, diharapkan siswa dapat mengaplikasikan ilmu yang ia dapatkan dengan kejadian aktual di ma-syarakat.
Terkait dengan itu, ada lima karakteristik penting dalam pembelajaran kontekstual (1) Pembelajaran merupakan pengaktivan kembali informasi yang sudah ada pada siswa (2) pembelajaran kontekstual merupakan suatu upaya untuk mendapat pengetahuan yang didapatan dengan cara de-duktif. (3) Pemahaman yang diperoleh bukan untuk dihafal, tetapi untuk difahami dan diyakini. (4) Memprakteikan pengetahuan yang telah didapat (5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
Dengan demikian, model pembelajaran kontekstual dapat dilakukan oleh guru, dan siswa belajar dengan kondisi di sekitarnya. Model ini sangat menarik dan dapat dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Namun, perlu diingat, bahwa untuk menggunakan model ini dalam pembelajaran, guru harus memahami dan mengetahui secara lebih detil tentang mekanisme pembelajaran kontekstual ini.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 11.23   1 comments
Hakikat Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

Secara hakiki model pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning adalah :

  1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya, 
  2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Perlu kita ketengahkan pula bagaimana perbedaan model pembelajaran kontekstual dengan model pembelajaran tradisional. Kalau model pembelajaran kontekstual penekanan pembelajarannya lebih kepada:

  1. Menyandarkan pada pemahaman makna,
  2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa,
  3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, 
  4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan, 
  5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, 
  6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bi-dang, 
  7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok), 
  8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri, 
  9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman, 
  10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif, 
  11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan, 
  12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik, 
  13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting, 
  14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

Demikian pula kalau kita me-ngetengahkan model pembelajaran tradisional, maka ada beberapa penekanan, diantaranya

  1. Menyandarkan pada hapalan,
  2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru,
  3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru,
  4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan, 
  5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan,
  6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu, 
  7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual), 
  8. Perilaku dibangun atas kebiasaan,
  9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan, 
  10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor,
  11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman,
  12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik,
  13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas, dan
  14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

Perbedaan dari model pembelajaran kontelstual dengan model pembelajaran tradisional sama banyaknya, akan tetapi kalau kita kaitkan dengan pembelajaran yang berorientasi kepada aktivitas, kreativitas, suasana menyenangkan, dan pembelajaran siswa aktif, maka tentunya model pembelajaran kontekstuallah yang paling tepat digunakan.
Pembelajaran model tradisional tidak mungkin kita hilangkan dari suatu proses pembelajaran, karena untuk menyatukan persepsi dan penjelasan masalah yang akan dikerjakan oleh siswa, tentulah model tradisional misalnya model ceramah awal dahulu dilakukan. Dengan model ini siswa dapat memahami dan mengetahui konsep dan masalah yang akan dilakukan, dan tentunya waktu yang digunakan tidak lebih dari 20 menit. Kemudian barulah model pembelajaran kontekstual dilakukan oleh siswa di lapangan, karena hakikinya pembelajaran kontekstual lebih banyak dilakukan di luar kelas.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 11.16   0 comments
Peranan Guru Dalam Pembelajaran Inkuri
Minggu, 08 Agustus 2010
Dalam model pembelajaran inkuiri guru mesti mampu menciptakan kelas sebagai laboratorium demokrasi, supaya pelajar terlatih dan terbiasa berbeda pendapat. Kebiasaan ini penting dikondisikan sejak di bangku sekolah, agar pelajar memiliki sikap jujur, sportif dalam mengakui kekurangannya kendiri dan siap menerima pendapat orang lain yang lebih baik, serta mampu mencari penyelesaian masalah.
Peranan guru dalam pelaksanaan pembelajaran inkuiri adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator.
Sebagai fasilitator seorang guru mesti memiliki sikap-sikap sebagai berikut (Roger dalam Djahiri, 1980) :
  1. Mampu menciptakan suasana bilik darjah yang nyaman dan menyenangkan,
  2. Membantu dan mendorong pelajar untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kumpulan,
  3. Membantu kegiatan-kegiatan dan me-nyediakan sumber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka,
  4. Membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya,
  5. Menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.

Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui pembelajaran koperatif dengan permasalahan yang nyata ditemukan di lapangan. Peranan ini sangat penting dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) yaitu istilah yang dikemukakan oleh Ausubel untuk menunjukan bahan yang dipelajari memiliki kaitan makna dan wawasan dengan apa yang sudah dimiliki oleh siswa sehingga mengubah apa yang menjadi milik siswa. (Hasan, 1996).
Disamping itu juga, guru berperan dalam menyediakan sarana pembelajaran, agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Dengan kreativitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana sehingga tidak menghambat suasana pembelajaran di kelas.
Sebagai Director-Motivator, Peran ini sangat penting karena mampu membantu kelancaran diskusi kumpulan, Guru berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban.
Disamping itu sebagai motivator guru berperan sebagai pemberi semangat pada siswa untuk aktif berpartisipasi. Peran ini sangat pentng dalam rangka memberikan semangat dan dorongan belajar kepada siswa dalam mengembangkan keberanian siswa baik dalam mengembangkan keahlian dalam bekerjasama yang meliputi mendengarkan dengan seksama, mengembangkan rasa empati. maupun berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau menyampaikan permasalahannya.
Menurut Gulo (2002), peranan utama guru dalam menciptakan kondisi pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:

  1. Motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir,
  2. Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa,
  3. Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberikan keyakinan pada diri sendiri,
  4. Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam kelas,
  5. Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan,
  6. Manajer, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas,
  7. Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat heuristik pada siswa.

Menurut Memes (2000), ada enam langkah yang diperhatikan dalam model pembelajaran inkuiri terbimbing, yaitu :
(1) Merumuskan masalah,
(2) Membuat hipotesa,
(3) Merencanakan kegiatan,
(4) Melaksanakan kegiatan,
(5) Mengumpulkan data,
(6) Mengambil kesimpulan.
Enam langkah pada inkuiri terbimbing ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Para siswa akan berperan aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan pengetahuannya sendiri untuk memecahkan ma-salah yang dihadapi. Tugas guru adalah mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga pembelajarannya dapat berjalan dengan lancar.
Dengan pemahaman terhadap langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran imkuiri ini, maka guru sudah harus memulai dari sekarang bagi guru-guru yang baru mengetahui dan mempelajari model pembelajaran ini. Demikian pula bagi guru-guru yang sudah pernah dan jarang menggunakan model pembelajaran inkuiri ini, kiranya lebih dapat meningkatkan dan meng-efektifkan lagi, sehingga model pembelajaran inkuiri ini benar-benar mampu memberikan nilai tambah di dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Sebagai seorang guru, tentunya tidak hanya sekedar mengetahui dan memahami konsep model pembelajaran inkuiri saja, akan tetapi sudah menjadi kewajibannya untuk dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran yang dilakukannya.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 14.47   1 comments
Model Inkuri Sebagai Alternatif
SALAH satu proses pembelajaran yang berorientasi siswa (student oriented) antara lain adalah model inkuiri. Kata inkuiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu kata kerja intransitive yang sama artinya dengan to investigate, kemudian kata itu berkembang menjadi kata benda inquiry yang memiliki makna sama dengan investigation (Hornby, 1981). Echols dan Shadly (1986) memberikan batasan terhadap kata to inquire yang berarti “menyelidiki” kemudian ber-kembang menjadi kata benda inqury yang berarti “penyelidikan”.
Kemudian kata inquiry digunakan sebagai istilah model pembelajaran yang dikembangkan oleh Suchman (1962) yang dikenal dengan model pelatihan inkuiri. Model ini merupakan salah satu bentuk mengajar yang diambil oleh Joice dan Well (1967) dari Suchman. Menurut model ini siswa dituntun pada fenomena penyelidikan yang didasarkan pada konfrontasi intelektual yang dilakukan partisipan aktif dalam penyelidikan ilmiah.
Gambaran diatas menggambarkan bahwa semua mata pelajaran bisa menggunakan model ini apabila guru mampu memformulasikan isi kurikulum pada suatu masalah yang dikembangkan pada situasi yang akan diselidiki siswa. Model pembelajaran inquiri ini berorientasi pada suatu perkembangan jiwa siswa secara mandiri dengan menggunakan metode ilmiah dan memanfaatkan karakteristik jiwa anak sebagai partisipan aktif dalam penyelidikan ilmiah yang mempunyai keingintahuan. Dalam hal ini tugas guru adalah membimbing dengan menggunakan metode ilmiah sehingga diharapkan siswa akan menemukan sesuatu yang baru berdasarkan penyelidikannya sendiri.
Model pembelajaran inkuiri ini dimulai dengan menghadirkan situasi penuh teka-teki bagi siswa yang akan termotivasi untuk mencari pemecahannya apabila mereka dihadapkan pada suatu masalah yang membingungkan. Situasi ini harus dimanfaatkan untuk menerapkan prosedur penyelidikan. Model pembelajaran inkuiri dapat digunakan pada semua tingkatan usia, mulai dari anak-anak sampai dengan dewasa. Dalam kenyataan, baik disadari atau tidak, guru sering melaksanakan model ini walaupun pada tingkat yang lebih sederhana, yaitu inkuiri yang ditekankan pada pencapaian hasil. Misalnya guru menyuruh siswa menebak benda di dalam kotak dengan mengajukan pertanyaan menuju kearah penyelidikan. Model pelatihan inkuiri untuk dewasa ditekankan pada pencapaian konsep.
Sebagai contoh dalam pengajaran mata pelajaran geografi banyak metode yang bisa digunakan, misalnya metode langsung atau audi visual. Metode yang betul-betul mengandalkan penyelidikan dalam pembelajaran geografi sangat penting dilakukan untuk lebih memahami konsep dan aplikasinya di kehidupan sehari-hari siswa. Dengan demikian pembelajaran yang berorientasi siswa betul-betul dapat terlaksana dengan baik. Menurut Hidayat (1997) mengemukakan tiga komponen utama yang perlu diperhatikan dengan hal tersebut , yaitu : (1) Lingkungan siswa, termasuk manusia disekitarnya, sebagai lapangan penyelidikan, (2) proses penyelidikan, (3) Penjelmaan siswa, yang dimanifestasikan dalam kemampuan memahami lingkungan yang ada disekitarnya.
Ketiga komponen inilah yang ditransfer ke dalam kelas sebagai asas strategi penyelidikan dalam pembelajaran geografi. Lingkungan yang berada di sekitar siswa (rumah tinggalnya/sekolah) ditransformasikan ebagai sumber data, kemudian temuannya dijadikan bahan memecahkan masalah geografi yang sedang ditekuninya. Oleh karena itu, guru yang menggunakan model pelatihan inkuiri harus mempersiapkan data “kegeografian” yang sesuai dengan tujuan pembelajarannya baik berupa gambar/foto atau sumber data lain yang diperoleh dari berbagai sumber informasi. Guru harus membimbing siswa mengadakan penyelidikan dan mengolah data yang tersedia. Selain itu guru harus meneliti hasilnya bersama-sama dengan siswa. Guru juga harus bisa mimilih pokok bahasan/materi yang dapat menggunakan model ini. Perlu diingat tidak semua pokok bahasan dan standar kompetensi dapat menggunakan model ini. Karena kemungkinan buku paket yang tersedia tidak dirancang untuk model pelatihan inkuiri.
Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas, yaitu aktivitas mengajar dan aktivitas belajar. Pengajaran geografi akan berjalan dan berhasil dengan baik manakala mampu mengubah diri peserta didik (siswa) selama ia terlibat di dalam proses pengajaran itu, dan dapat dirasakan manfaatnya secara langsung. Dalam pembelajaran memerlukan media yang sesuai, karena faktor yang me-nyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran antara lain belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun oleh siswa (peserta didik). Sumber belajar yang dimaksud tentunya bukan hanya buku paket tetapi lingkungan sekitar sekolah atau siswa dapat dijadikan sebagai sumber belajar sekaligus media pembelajaran.
Sehubungan dengan itu model inkuiri diharapkan mampu memanfaatkan lingkungan sekolah dan siswa sebagai sumber belajar yang efektif. Dengan demikian mata pelajaran geografi yang dianggap mata pelajaran yang hanya mengandalkan hapalan dapat diubah menjadi mata pelajaran yang menyenangkan sekaligus meningkatkan kemampuan nalar siswa.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 14.39   0 comments
Inkuiri Terbimbing
Rabu, 04 Agustus 2010
BANYAK model pengajaran dan pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru di dalam memberikan pembelajaran kepada siswanya. Penggunaan berbagai macam model pembelajaran akan dapat memberikan kesan positif terhadap hasil belajar siswanya, dan dari berbagai penelitian yang dilaksanakan oleh pakar pendidikan, pemerhati pendidikan, praktisi pendidikan dan mahasiswa tahun terakhir di mana mereka dipersyaratkan membuat atau menyusun tugas akhir, baik sarjana, magister atau Doktor, sepakat bahwa apabila guru menggunakan model pembelajaran yang tepat dan mampu memberikan dampak terhadap dominasi siswa dalam belajar seperti kreatif, aktif, inovatif dan menimbulkan suasana menyenangkan. Maka, akan berdampak positif terhadap hasil belajar yang dicapai siswanya.
Salah satu dari model pembelajaran yang dapat digunakan dan dimplementasikan oleh guru apa yang disebut model pembelajaran Inkuairi. Inkuiri berasal dari kata inquire yang berarti me-nanyakan, meminta keterangan, atau penyelidikan, dan inkuiri berarti penyelidikan. Siswa diprogramkan agar selalu aktif secara mental maupun fisik.
Materi yang disajikan guru bukan begitu saja diberikan dan diterima oleh siswa, tetapi siswa diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai pengalaman dalam rangka menemukan sendiri” konsep-konsep yang direncanakan oleh guru.
Menurut Carin dan Sund (1975), yang dimaksud dengan inkuiri ialah The process of investigasing a problem. Inquiry differs from problem solving in that an individual may origainate the problem and develop his own strategies for obtaining information. Unlike problem solving there is not set pattern to inquiry. An individual may be be involved in may methods of obtaining information and be may take intuitive aporoaches to the problem. The and product of inquiry may result in a to the problem. The end product of inquiry may result in a discovery.
Inkuiri adalah suatu model yang digunakan dalam pembelajaran baik untuk mata pelajaran matematika dan sains, maupun sosial sains dan mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan, informasi atau mempelajari suatu gejala. Demikian pula apa yang dikatakan Wayne Welch berpendapat bahwa metode penyelidikan ilmiah sebagai proses inkuiri. Ia juga mengidentifikasi lima sifat dari proses inkuiri, yaitu pengamatan, pengukuran, eksperimentasi, komunikasi, dan proses-proses mental.
Dalam pembelajaran Matematika Sains dan Sosial Sains dengan pembelajaran inkuiri, guru harus membimbing siswa terutama siswa yang belum pernah mempunyai pengalaman belajar dengan kegiatan-kegiatan inkuiri. Atas dasar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, W.R Romey (1968) membedakan inkuiri menjadi dua tingkat, yaitu : (a) Inkuiri dengan aktivitas terstruktur. Dalam inkuiri dengan “Aktivitas terstruktur” siswa memperoleh petunjuk-petunjuk lengkap yang mengarahkan pada prosedur yang didesain untuk memperoleh sesuatu konsep atau prinsip tertentu; (b) Inkuiri dengan aktivitas tidak terstruktur. Dalam inkuiri dengan “Aktivitas Tidak Terstruktur”, hanya terdapat penyajian masalah, dan siswa secara bebas memilih dan menggunakan prosedur-prosedur masing-masing, menyusun data yang diperolehnya, menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan. Sedangkan Carin dan Sund berpendapat bahwa pembelajaran model inkuiri mencakup inkuiri induktif terbimbing dan tak terbimbing, inkuiri deduktif, dan pemecahan masalah. Diantara model-model inkuiri yang lebih cocok untuk siswa-siswa paa peringkat pendidikan dasar dan menengah adalah inkuiri induktif terbimbing, dimana siswa terlibat aktif dalam pembelajaran tentang konsep atau suatu gejala melalui pengamatan, pengukuran, pengumpulan data untuk ditarik kesimpulan. Pada inkuiri induktif terbimbing, guru tidak lagi berperan sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi, tetapi guru membuat rencana pembelajaran atau langkah-langkah percobaan.
Siswa melakukan percobaan atau penyelidikan untuk menemukan konsep-konsep yang telah di-tetapkan guru.Memang, di dalam pelaksanaan dan penggunaan model pembelajaran inkuiri akan terlaksana dengan efektif dan efisien, manakala gurunya memahami betul seluk beluk tentang model pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran inkuri tidak akan efektif, bila guru tidak mengenal lebih detil bagaimana hakiki dan proses pembelajaran inkuiri tersebut. Oleh karena itu, sangat dituntut kepada guru untuk memahami dan mengenal betul bagaimana langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran ini. Hasil pembelajaran guru akan efektif dan optimal bilamana guru mengenal lebih dalam tentang model pembelajaran ini, dan tentunya model pembelajaran ini akan efektif bila guru secara terus menerus me-lakukan dalam pembelajaran. Tidak mungkin akan efektif, jika guru hanya sekali-sekali menggunakannya, hasil akan nampak bilamana guru menggunakannya berulang-ulang kali.

Label:


>>selengkapnya...☞
posted by admin @ 23.04   0 comments
www.voa-islam.com
Previous Post
Archives
Links

© education Blogger Templates modified by blogger